Intisari-Online.com - Rusia memiliki rudal hipersonik sebagai salah satu jenis senjata paling mematikan dan menyeramkan di dunia.
Ketika perang Rusia-Ukraina pecah, salah satu hal yang kerap menjadi pertanyaan, yaitu akankan Rusia akan menggunakan senjata mematikan itu?
Rupanya, pada Sabtu (19/3/2022), sebuah rekaman drone yang dibagikan oleh Kementerian Pertahanan Rusia menunjukkan senjata mematikan tersebut telah digunakan untuk pertama kalinya dalam perang Rusia-Ukraina.
Diklaim meluncur dengan presisi tinggi, rudal hipersonik tersebut berhasil merakan salah satu gudang senjata milik Ukraina.
Gudang yang terledak di desa Deliatyn di wilayah Ivano-Frankivsk, Urkaina Barat tersebut berisi rudal dan amunisi penerbangan militer Ukraina.
Dalam rekaman yang dirilus Daily Star tersebut, terlihat bagaimana rudal yang nyaris tak terlihat tersebut langsung menghancurkan seluruh bangunan.
Hanya tersisa gumpalan asam hitam ke udara serta puing-puing dari bangunan yang dihantamnya.
Tentara Ukraina yang berada di sekitar lokasi pun terlihat tunggang langgang tanpa sedikit pun berniat untuk melindungi wilayahnya.
Mereka melarikan diri secepat mungkin dari area gedung yang baru saja dihandam rudal hipersonik Rusia ke wilayah hutan yang tertutup salju.
"Serangan terhadap gudang senjata Angkatan Bersenjata Ukraina dilakukan dengan menggunakan senjata rudal presisi tinggi," demikian cuitan Kementerian Pertahanan Rusia
"Melalui video kontrol objektif, terlihat serangan roket menyasar tepat ke hanggar bawah tanah yang berisi senjata dan amunisi," cuitan berikutnya dari akun tersebut.
Belakangan Rusia kemudian menyebutkan bahwa serangan tersebut menggunakan rudal hipersonik Kinzhal.
Ketika Ukraina luluh lantak dengan serangan rudal Rusia tersebut, perhatian dunia malah teralihkan dengan apa yang ditunjukkan Amerika di Laut China Selatan.
Komandan militer AS mengatakan, China telah sepenuhnya melakukan militerisasi setidaknya tiga dari beberapa pulau yang dibangunnya di Laut China Selatan yang disengketakan.
"Saya pikir selama 20 tahun terakhir kita telah menyaksikan penumpukan militer terbesar sejak Perang Dunia II oleh RRC," kata Aquilino kepada The Associated Press dalam sebuah wawancara, menggunakan inisial nama resmi China.
Komandan Joel Martinez, Komandan, Skuadron Patroli 47 Martinez dan Aquilino berbicara dengan AP di atas pesawat pengintai Angkatan Laut AS yang terbang di dekat pos terdepan yang dikuasai China di kepulauan Spratly di Laut China Selatan, salah satu wilayah yang paling diperebutkan di dunia.
Para personel Angkatan Laut AS melihat monitor video di dalam P-8A Poseidon.
Selama patroli, pesawat P-8A Poseidon berulang kali diperingatkan oleh penelepon China bahwa itu secara ilegal memasuki apa yang mereka katakan adalah wilayah China dan memerintahkan pesawat untuk menjauh.
Namun pesawat Angkatan Laut A.S. mengabaikan berbagai peringatan dan terus melakukan pengintaian.
(*)