Intisari-Online.com - Minggu (27/2/2022) lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan kepala pertahanannya untuk menempatkan "pasukan penangkal" nuklir dalam siaga tinggi.
Putin menuduh Barat mengambil langkah-langkah "tidak bersahabat" terhadap negaranya.
"Saya memerintahkan menteri pertahanan dan kepala staf umum angkatan bersenjata Rusia untuk menempatkan pasukan penangkal tentara Rusia ke dalam mode layanan tempur khusus," kata Putin.
"Anda lihat bahwa negara-negara Barat bukan hanya tidak bersahabat dengan negara kita di bidang ekonomi, maksud saya sanksi tidak sah," tambahnya, dalam pidato yang disiarkan televisi, dikutip dari Kantor berita AFP, Minggu.
"Pejabat senior negara-negara NATO terkemuka juga memperbolehkan pernyataan agresif terhadap negara kita," imbuh Putin.
Mendengar perintah Putin, Menteri Pertahanan Rusia, Sergey Kuzhugetovich Shoygu menjawab, "Ya".
Diketahui Rusia memiliki gudang senjata nuklir terbesar kedua di dunia dan sejumlah besar rudal balistik yang membentuk tulang punggung pasukan penangkal negara itu.
Namun, saat belum ada tindakan nyata penggunaan senjata nuklir oleh Rusia, negara itu justru dituduh telah melakukan kejahatan nuklir. Mengapa?
Tuduhan ini muncul setelah Regulator nuklir Ukraina mengatakan Rusia telah melakukan "tindakan terorisme nuklir" dengan mengebom fasilitas penelitian yang berisi reaktor.
Inspektorat Nuklir Negara Ukraina mengatakan inti reaktor di Institut Fisika dan Teknologi Kharkiv di kota Kharkiv telah diisi dengan bahan bakar nuklir baru sesaat sebelum dimulainya agresi Rusia.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR