Intisari-Online.com - China dan Rusia dalam beberapa tahun terakhir memang menjalin hubungan diplomatik yang erat satu sama lain.
Tapi mungkinkah perang yang sedang berlangsung di Ukraina membuat ikatan ini terputus?
Melansir Express.co.uk, Sabtu (5/3/2022), hingga saat ini, Beijing memilih angkat tangan dalam perang antara Rusia-Ukraina.
Menekankan status netralnya dalam konflik, China telah abstain dari dua suara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang agresi Rusia, daripada bergabung dengan upaya Kremlin untuk memblokir mereka.
Yang terbaru dari pemungutan suara ini terjadi Rabu lalu di mana 141 dari 193 negara anggota memilih untuk menuntut penarikan segera Rusia dari Ukraina.
Meskipun tidak ikut serta dalam pemungutan suara, duta besar China untuk PBB Zhang Jun memberikan komentar yang dapat membuat marah para pejabat senior di Moskow.
Zhang menyerukan pemberian penghormatan kepada kedaulatan dan integritas Ukraina.
Dia berkata: "Ukraina harus menjadi jembatan antara Timur dan Barat, bukan pos terdepan konfrontasi antara kekuatan besar."
Awal pekan ini juru bicara Kementerian Luar Negeri China juga mengatakan bahwa hubungan China-Rusia merupakan "kemitraan strategis", bukan "sekutu".
Namun, Zhang menambahkan bahwa kekhawatiran Rusia tentang upaya Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk memperluas dan mengundang Ukraina untuk bergabung sebagai anggota perlu didengarkan.
Jadi, jika Xi ingin memunggungi Presiden Rusia Vladimir Putin, apa alasannya?
Inggris, AS dan sejumlah sekutu telah memukul Moskow dengan berbagai sanksi untuk melumpuhkan ekonomi Rusia.
Sejumlah bank Rusia dan SWIFT telah diblokir.
Sebagai negara perdagangan terbesar di dunia, China khawatir akan terkeda dampaknya.
Hal itu lantaran banyak bank China yang punya hubungan dekat dengan perusahaan keuangan Rusia.
Taruhannya juga tinggi untuk perusahaan China, karena 254 di antaranya terdaftar di bursa saham AS.
Di tempat lain, Beijing adalah importir minyak mentah terbesar dan akan merasakan dampak penuh dari kenaikan harga minyak, yang telah menyentuh $100 (£76) per barel.
Setelah Arab Saudi, Rusia merupakan sumber minyak terbesar bagi China.
Bahkan, China bisa menghadapi kesulitan yang signifikan dalam membeli minyak mentah Rusia setelah Rusia dikeluarkan dari sistem pembayaran internasional.
Namun, pejabat antara kedua negara telah mengerjakan proses pembayaran yang tidak memerlukan akses ke SWIFT untuk perdagangan bilateral.
Sikap "netralitas" China juga mengungkap ketidaktahuan Beijing akan potensi serangan Putin ke Ukraina.
Konflik kini telah berkecamuk selama lebih dari seminggu dengan kedua belah pihak mengklaim telah menimbulkan banyak korban satu sama lain.
(*)