Intisari-online.com - Invasi Rusia ke Ukraina memang masih memanas hingga saat ini sebelum keduanya benar-benar melakukan genjatan senjata.
Ditengah konflik yang masih berjalan ini, China mendadak buka suara bahwa mereka juga terkena imbas dari konflik tersebut.
Menurutnya, Amerika Serikat menjadi dalang yang memanfaatkan momen tersebut, untuk menjadikan China kambing hitam.
Menurut 24h.com.vn, Minggu (6/3/22), AS memanfaatkan konflik Rusia-Ukraina untuk menyebarkan banyak informasi palsu dan mencoreng Beijing, kata juru bicara kementerian luar negeri China.
Pada 4 Maret, Wang Wenbin, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, mengatakan bahwa para pejabat AS mencoba untuk mengarahkan kritik ke China karena Beijing tidak mengutuk dan menjatuhkan sanksi kepada Rusia.
Menurut juru bicara Wang, fitnah itu "tidak dapat menutupi" tanggung jawab AS atas krisis Ukraina.
Sebaliknya, Washington mengungkapkan niatnya untuk mengambil keuntungan dari konflik Rusia-Ukraina.
"Menyatakan bahwa upaya NATO untuk memperluas ke timur adalah untuk menjaga perdamaian, apakah AS telah melakukannya?" katanya.
"Menyatakan untuk mencegah risiko konflik militer di Eropa, sudah dilakukan AS?" sambungnya.
"Mengklaim ingin menyelesaikan krisis di Ukraina dengan cara damai, tetapi selain dukungan militer dan peningkatan pencegahan, apa yang AS lakukan dengan baik untuk perdamaian?" tambahnya..
"China memutuskan pendiriannya dan menetapkan kebijakannya berdasarkan kasus per kasus. Kami mendorong upaya diplomatik untuk menyelesaikan masalah Ukraina," jelas Wang Webin.
"Kami mendukung Rusia dan Ukraina untuk menyelesaikan perbedaan mereka dengan cara yang kondusif bagi perdamaian dan stabilitas abadi di Eropa," katanya.
Mengomentari perkembangan pertempuran di Ukraina, khususnya kebakaran di pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia.
Wang mengatakan bahwa China sangat prihatin dengan keamanan fasilitas nuklir di Ukraina dan meminta semua pihak terkait untuk menahan diri.
"China akan terus memantau situasi dengan cermat dan mendesak semua pihak untuk tetap tenang, mencegah ketegangan meningkat, dan memastikan keamanan fasilitas nuklir," kata Wang.
Menurut beberapa ahli, jika salah satu dari enam reaktor pembangkit Zaporizhzhia meledak, bencananya bisa 10 kali lebih besar daripada bencana nuklir di pembangkit Chernobyl pada 1986.
Banyak negara telah memberlakukan sanksi terhadap Rusia setelah Moskow melancarkan operasi militer di Ukraina pada 24 Februari.
Menurut Presiden Rusia Vladimir Putin, sanksi tidak dapat mencegah Rusia "melaksanakan tugasnya".
"Kami tidak punya niat buruk. Tidak perlu meningkatkan ketegangan. Kami memenuhi kewajiban kami," kata Putin pada 4 Maret.
"Jika seseorang tidak ingin bekerja sama dengan Rusia, itu tidak akan menghentikan kami untuk menjalankan tugas kami," kata Putin.
Menurut Putin, Rusia akan segera beradaptasi dan bahkan mungkin mendapat manfaat dari sanksi.
"Kami hanya perlu menyesuaikan beberapa proyek, memperkuat kapasitas. Kami akan memecahkan masalah. Pada akhirnya, bahkan kita bisa mendapatkan keuntungan dari ini karena akan ada lebih banyak kapasitas," kata Putin.