Terletak di dalam gua, makam itu berisi sisa-sisa Yan Shiwei dan istrinya, Lady Pei.
Para arkeolog juga menemukan patung-patung keramik berwarna-warni, cermin dengan plakat emas dan, yang paling penting, batu nisan tertulis di batu biru .
Makam dan batu nisan tersebut dijelaskan dalam jurnal Chinese Cultural Relics oleh para peneliti dari Institut Arkeologi dan Konservasi Warisan Budaya Kota Xi'an.
Tulisan di batu nisan mengatakan bahwa tak lama setelah pernyataan Wu Zetian sebagai penguasa Kekaisaran China, seorang adipati bernama Xu Jingye memimpin pemberontakan di Jiangdu (sekarang Yangzhou).
Saat itu, menurut tulisan di batu nisan tersebut, Yan Shiwei tengah menjabat sebagai pejabat militer di Jiangdu.
Sang duke, Jingye, mencoba membujuk Shiwei untuk bergabung dengan pemberontak, tetapi Shiwei menolak dan melawan sang duke.
"Tuan [Yan Shiwei] dengan sengaja mematahkan lengannya sendiri untuk melawan paksaan dari pemberontak, menunjukkan bahwa kesetiaannya kepada istana kekaisaran tidak tergoyahkan," tulis tulisan di batu nisan itu dalam terjemahannya.
Baca Juga: Mengapa Bangsa Indonesia Perlu Melakukan Proklamasi Kemerdekaannya? Ini Jawabannya
Tidak diketahui mengapa Shiwei harus dengan sengaja mematahkan lengannya sendiri, ada pula kemungkinan bahwa itu hanya sebuah ungkapan.
Dalam konflik berikutnya, pasukan adipati dikalahkan dan Wu Zetian mengklaim kekuasaan sebagai Janda Permaisuri.
Yan Shiwei pun dipromosikan menjadi hakim Kabupaten Lanxi di Prefektur Wuzhou dan diberi gelar grand master untuk menutup pengadilan, menurut kata batu nisan itu.
Pada tahun 690, Wu Zetian mendeklarasikan dirinya sebagai kaisar dengan haknya sendiri dan mendirikan dinastinya sendiri, yang ia sebut "Zhou".
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR