Intisari - Online.com -Meskipun pasukan Rusia bergerak ke perbatasan Ukraina, sorotan minggu ini kembali ke perang skala kecil di timur Ukraina dan kemungkinan peranannya menyiapkan panggung untuk konflik lebih luas.
Dalam tiga hari terakhir, telah ada peningkatan penembakan di beberapa bagian garis depan.
Ukraina menyebut penembakan oleh pasukan separatis yang didukung Rusia kali ini yang tertinggi dalam hampir tiga tahun.
Mereka menuduh pasukan separatis Rusia menggunakan senjata berat oleh angkatan bersenjata Ukraina di wilayah sipil.
Melansir CNN, Kamis lalu sebuah TK di wilayah yang dikendalikan Ukraina kurang dari 5 kilometer dari garis depan terkena serangan.
Pada Jumat dan Sabtu, otoritas Ukraina melaporkan lonjakan lebih lanjut dari penembakan oleh persenjataan berat, yang dilarang dari jarak 50 kilometer dari garis depan oleh Kesepakatan Minsk.
Otoritas Ukraina mengatakan ada 60 pelanggaran dari gencatan senjata Kamis lalu, banyak yang dilakukan dengan senjata berat.
Para pemimpin dari dua daerah pro-Rusia, yang menyebut diri mereka Republik Rakyat Luhansk dan Donetsk, mengklaim jika Ukraina merencanakan serangan militer besar-besaran di wilayah itu.
Jumat kemarin mereka menyusun evakuasi massal warga ke Rusia, sementara mereka menginstruksikan para pria untuk tetap di tempat dan mengangkat senjata.
Pejabat Ukraina berulang kali menyangkal ada rencana tersebut.
Jumat kemarin, kepala Dewan Keamanan Nasional Ukraina, Oleksiy Danilov, mengatakan: "Ada bahaya besar dari Federasi Rusia yang di sana akan memprovokasi beberapa hal. Mereka bisa melakukan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan militer kami."
Danilov tidak menyediakan bukti tapi menambahkan: "Kami tidak bisa mengatakan apa tepatnya yang mereka lakukan, apakah meledakkan bus berisi orang-orang yang berencana dievakuasi ke wilayah Rostov, atau meledakkan rumah, kami tidak tahu."
Danilov berbicara beberapa jam setelah ledakan misterius dalam kendaraan milik pejabat senior di kota Donetsk, dekat dengan pangkalan militer pasukan separatis.
Pemimpin wilayah tersebut, Denis Pushilin, menyebutnya sebagai aksi terorisme.
Namun otoritas Ukraina dan pejabat barat mengatakan hal itu adalah provokasi buatan -- dirancang untuk pembenaran atas intervensi Rusia.
Setelah cukup diam beberapa waktu tahun ini, garis kontak telah lebih aktif dalam beberapa hari terakhir -- dengan masa depan pemecahan wilayah Ukraina menjadi terjerat dalam berbagai keluhan dan tuntutan Rusia yang jauh lebih luas.
Apa yang sudah dilihat Donbas?
Perang pecah di tahun 2014 setelah pemberontak yang didukung Rusia berhasil menguasai gedung-gedung pemerintahan di kota-kota sepanjang Ukraina timur.
Pertarungan intens meninggalkan porsi dari wilayah timur Luhansk dan Donetsk dari Donbas terjerat dalam tangan separatis dukungan Rusia.
Rusia juga menganeksasi Krimea dari Ukraina tahun 2014 dalam sebuah gerakan yang menimbulkan kecaman global.
Wilayah yang dikendalikan separatis di Donbas menjadi dikenal sebagai Republik Rakyat Luhansk (LPR) dan Republik Rakyat Donetsk (DPR).
Pemerintahan Ukraina di Kiev menegaskan bahwa kedua wilayah tersebut sebenarnya diduduki Rusia.
Namun kedua wilayah yang memerdekakan diri itu tidak diakui oleh pemerintah mana pun, termasuk Rusia.
Sedangkan Ukraina menolak untuk berbicara langsung dengan salah satu republik separatis.
Perjanjian Minsk II tahun 2015 memimpin pada kesepakatan gencatan senjata yang rentan, dan konflik terpusat dalam medan perang statis sepanjang Garis Kontak yang memisahkan pemerintah Ukraina dan wilayah yang dikendalikan separatis.
Kesepakatan Minsk (dinamakan dari ibu kota Belarusia di mana kesepakatan diraih) melarang penggunaan senjata berat di dekat Garis Kontak.
Bahasa di sekitar konflik dengan berat terpolisisasi.
Pemerintah Ukraina menyebut pasukan separatis "penjajah".
Media Rusia menyebut pasukan separatis "militan" dan mempertahankan bahwa mereka adalah warga lokal melindungi diri melawan pemerintah Kiev.
Lebih dari 14.000 warga telah meninggal dalam konflik di Donbas sejak 2014.
Ukraina mengatakan 1,5 juta warga telah dipaksa melarikan diri, dengan beberapa tetap tinggal di wilayah Donbas yang masih di bawah kendali Ukraina dan hampir 200.000 menempati kembali di wilayah Kiev yang lebih luas.