Intisari-Online.com -Baru-baru ini, sebuah prasasti dari era Mpu Sindok ditemukan di Situs Gemekan, Dusun Kedawung, Desa Gemekan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur.
Prasasti ini ditemukan berkat hasil penggalian yang dilakukan tim Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Timur (BPCB Jatim) sejak tanggal 7 Februari hingga direncanakan berakhir pada 12 Februari 2022.
Mpu Sindok sendiri adalah raja terakhir dari dinasti Sanjaya yang memerintah Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah di abad ke-10 Masehi.
Mpu Sindok diyakini memindahkan pusat kekuasaan kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur pada tahun 929 Masehi, kemungkinan sebagai akibat dari letusan Gunung Merapi dan/atau invasi dari Sriwijaya.
Pada Februari 2022, eskavasi dilakukan pada situs tersebut untuk menyingkap bentuk utuh struktur tersebut.
Penggalian akhirnya dilakukan setelah sebelumnya situs arkeologi tersebut diidentifikasi oleh warga sejak tahun 1980-an.
Saat itu, warga melihat adanya gundukan tanah yang tidak biasa di tempat tersebut.
Gundukan itutampaknya menutupi struktur bangunan batu tertentu dari masa lampau.
Kemudian pada tahun 2016 Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) melakukan survei permukaan di gundukan tanah tersebut dan masih ditemukan adanya singkapan struktur di tempat itu.
Dan tahun 2018 BPCB Jatim melakukan kegiatan zonasi situs-situs yang ada di sekitar Kawasan Cagar Budaya (KCBN) Trowulan di Mojokerto untuk memberikan zonasi cagar budaya pada struktur di Situs Gemekan tersebut.
Arkeolog dari BPCB Jatim, Muhammad Ichwan mengatakan, "Dari hasil ekskavasi ini, kami menemukan struktur seperti kaki candi yang tangganya ada di sisi timur."
"Ketika kami membersihkan struktur tersebut, di sudut timur laut dari struktur tersebut kami mendapatkan prasasti yang terbuat dari batu andesit," ujar Ichwan yang memimpin tim ekskavasi tersebut kepada National Geographic Indonesia.
Berdasarkan hasil pengukuran Ichwan dan timnya, batu prasasti ini memiliki lebar 88 sentimeter, tinggi yang tersisa 91 sentimeter, dan tebal 21 sentimeter.
Ada tulisan di empat sisi batu prasasti tersebut, yakni di sisi depan, belakang, samping kanan, dan samping kiri.
Sisi bawah prasasti yang terpotong tampaknya datar, sedangkan sisi atasnya terlihat berbentuk runcing.
Ichwan meyakini batu prasasti yang mereka temukan ini tidak utuh, hanya bagian atasnya saja.
Sementara bagian bawah batu prasasti ini belum ditemukan.
Meski demikian, ada tulisan angka yang menandakan tahun pembuatan batu prasasti tersebut.
Ada tiga angka dari penanda tahun tersebut yang setidaknya dua angka di depannya masih dapat jelas terbaca.
Ageng Gumelar Wicaksono, seorang pemerhati cagar budaya dan pembelajar bahasa Jawa kuno secara otodidak, mengatakan kepada National Geographic Indonesia bahwa dia bisa membaca sebagian tulisan dari prasasti tersebut berdasarkan foto temuan prasasti yang dibagikan kepadanya.
Sebagian tulisan di prasati tersebut masih jelas terbaca, bahkan dalam foto.
Ageng menjelaskan, ada nama Mpu Sindok yang tertulis di prasasti tersebut.
Menariknya, menurut Ageng, tampaknya di prasasti itu tertulis nama lengkap Mpu Sindok, yakni Śrī Mahārāja Rake Hino Mpu Siṇḍok Śrī Īśānawikrama Dharmottuṅgadewa.
Tak hanya membaca nama Mpu Sindok, Ageng juga melihat tulisan di salah satu prasasti itu berisi kutukan.
Menurut Ageng, narasi yang tertulis di salah satu sisi prasasti tersebut adalah sebagai berikut: Tutuḥ tuṇḍanya blaḥ ka... sbittakan wtaŋnya ranta... wkasakan ḍalmanya ḍuḍu -n paṅan dagiŋnya inum... tĕhĕr pĕpĕjdakan wkasaka... nan tika yan parâ riṅ ala... -nni moŋ patukn iṅ ulā pūla... Ni dewamanyuḥ yan para ri tga... -lappan i glap sampalann iŋ rākṣa... paṅanann iŋ wuil si pamuṅuan [i]ndaḥ ta kita kamuŋ hyaŋ kuśika gargga metrī kuruṣya pātāñjala suwuk lor suwuk kidul kuluan wetā -n buaṅakan riṅ ākāśa salambittakan i hyaŋ kabaiḥ tibâkan ri mahāsamudra klammakan riŋ ḍawu[han] alapan saŋ hyaŋ dalammer dudu- tann i tuwiran saŋhabann i wuhaya ṅkanan matya ikanaŋṅwaŋ anyāya... ...mbur ikêŋ lmaḥ sawa...
Tulisan tersebut kurang lebih berarti: Potong muncungnya, belah ke[palanya], robek perutnya sisakan jeroannya....makan dagingnya minum (darahnya), lalu lengkapi dengan sisakan..... jika menuju hutan dimakan macan dipatuk ular pūla..... oleh dewamanyuh jika pergi ke tegal (lapangan terbuka) disambar petir dirobèk-robèk olèh raksasa dimakan olèh wuil si pramunguan. indahkan wahai kalian hyang kuśika garga metrī kuruṣya pātāñjala pelindung arah utara, pelindung selatan, barat, timur buang ke angkasa dirobèk olèh hyang semuanya jatuhkan ke mahāsamudra (lautan luas) tenggelamkan di ḍawu[han]/bendungan bawalah sang hyang dalam air tarik (dibawa ikut) olèh tuwiran, dicaplok olèh buaya.....matilah orang tersebut [dengan cara] dianiaya.... mbur tersebut di tanah sawa....
Titi Surti Nastiti, epigraf sekaligus arkeolog Puslit Arkenas, membenarkan bahwa prasasti tersebut berasal dari masa Mpu Sindok berdasarkan tulisan yang terukir di sana.
"Saya baca ada angka 85..., dan nama Sindok. Jadi jelas dari masa Sindok," ujarnya saat National Geographic Indonesia menunjukkan foto penemuan prasasti tersebut.
Titi menambahkan, "Mungkin 853 (Saka), tapi harus dapat foto yang jelas baru bisa yakin."
Titi juga membenarkan bahwa tulisan di salah satu sisi prasasti tersebut berisi kutukan.
Ia mengatakan, "Bagian ini (salah satu sisi sampingnya) yang isinya tentang kutukan. Intinya kutukan itu ditujukan kepada orang-orang yang berani merusak prasasti."
Baca Juga: Selain Diet, Coba Latihan Kardio Ini Untuk Turunkan Berat Badan