Advertorial
Intisari-Online.com – Di antara putra-putri Pangeran Suryaningrat, Suwardi rupanya paling menonjol kepribadiannya.
"Sejak kecil beliau sudah banyak mempunyai inisiatif dan selalu berperan sebagai pemimpin dari adik-adiknya," jelas Suwarjono Suryaningrat, yang banyak mendengar kisah masa kecil pamannya itu dari ayahnya, K.R.M.A. Suryaningrat, adik kandung Ki Hajar. "Ayah saya banyak menaruh respek pada beliau."
Keistimewaan lain dari Ki Hajar menurut Suwarjono adalah ia tak pernah memiliki kompleks rendah diri, karakter yang biasa dimiliki anak-anak pribumi yang hidup di zaman kolonial.
Konon, ia akan marah jika ada adiknya yang merasa minder pada bangsa Belanda.
Baca juga: Hardiknas: Terlahir sebagai Raden Mas Suwardi Suryaningrat, dari Mana Nama Ki Hajar Dewantara?
"Semangat belajarnya yang tinggi juga sudah terlihat sejak kecil. Sekali waktu ia pernah ingin belajar bahasa Belanda. Bukan karena ia cinta pada bahasa aum penjajah itu, tapi untuk menunjukkan bahwa orang Indonesia juga bisa mempelajari bahasa lain," tambah Suwarjono yang mengaku banyak terpengaruh oleh pikiran-pikiran Ki Hajar.
Segala cara ditempuh Suwardi kecil agar bisa cepat menguasai bahasa asing tersebut.
la misalnya sering nekat mbonceng andong yang ditumpangi tuan dan nyonya Belanda. Maksudnya agar ia bisa mendengar bahasa Belanda yang mereka pakai.
Konon, ia pernah sampai dipukul kusir andong yang ditumpangi gara-gara tak mau turun waktu diusir.
Ketika ia menjadi pemimpin perguruan Taman Siswa, ia berusaha mewariskan semangat belajarnya yang tinggi ini.
Kepada murid-muridnya ia selalu menganjurkan agar rajin membaca.
Baca juga: Terkenal Lemah Lembut, Ki Hajar Dewantara Ternyata Pernah Bikin Merah Kuping Belanda
Lebih-lebih mereka yang duduk di Taman Guru, karena nantinya akan menjadi tokoh keteladanan. "Kalau guru tidak baca buku, muridnya nanti mau jadi apa," Ki Suratman meniru pernyataan yang pernah diucapkan Ki Hajar.
Ketekunan dan kerja keras rupanya jadi kunci sukses lain Ki Hajar. "Bapak itu sehari-harinya kerjanya mengetik terus sampai tengah malam" jelas Ny. Ratih S. Lahade tentang kebiasaan almarhum ayahnya.
"Makan malam biasanya baru dilakukan sesudah pukul 24.00," tambah anak ketiga Ki Hajar yang kini berusia 69 tahun ini.
Di zaman Jepang, semasa masih menjadi mahasiswa kedokteran di Jakarta, Suwarjono pernah indekos di rumah Ki Hajar, di Jl. Pegangsaan Timur 16.
Pada masa itu, ia juga sangat terkesan pada keseriusan Ki Hajar. Termasuk dalam membaca surat kabar. "Koran yang habis dibacanya selalu penuh coretan dan catatan."
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi April 1989)
Baca juga: Cucu Ki Hajar Dewantara: Kakeknya Berjuang dengan Pena, Cucunya Berjuang dengan 'Gedung'