Awalnya, ia mengaku hanya jualan tempura keliling menggunakan sepeda ontel.
"2007 saya jualan tempura pakai sepeda, keliling kampung-kampung, sekolahan. Tempura itu saya ambil dari orang (bos), setiap hari sistemnya setoran. Setiap hari kadang dapat Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu, itu uangnya buat setoran. Paling sisa bersih untuk saya Rp 15 ribu sampai Rp 30 ribu," ujar Sainah, mengenang.
Panas perih berkeliling kampung untuk menjajakan tempura terus ia lakoni selama hampir dua tahun.
Bukan hanya panasnya sinar matahari yang membuat dirinya nelangsa. Namun Ia juga kerap mendapatkan banyak kritikan dari guru maupun orang tua siswa ketika menjajakan tempura di sekolahan.
"Sering dapat komplain dari guru dan orang tua. Katanya jajanan nggak baik untuk anak-anak," ungkap dia.
Hingga suatu ketika, nalurinya untuk bangkit muncul. Ia mulai sharing kepada temannya sesama penjual keliling.
"Saya bilang ke mereka, bagaimana ya, kalau saya bikin bakso sendiri," terang dia kepada temannya yang saat itu jualan bakso kuah keliling.
Dari obrolan santai itu, Sainah mengaku mendapat masukan banyak dari teman-temannya, bahkan ada yang dengan senang hati bersedia mengajari cara membuat bakso.
"Padahal waktu itu saya belum tau sama sekali cara membuat bakso. Akhirnya saya mulai coba-coba," ungkapnya.
Pertama kali mulai mencoba membuat bakso sendiri, dikatakan Sainah, dimulai pada tahun 2009.
Waktu itu kebetulan ia bertemu dengan seorang teman yang menyarankan untuk masuk dalam anggota Program Keluarga Harapan (PKH).
Penulis | : | intisari-online |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR