Advertorial
Intisari - Online.com -Sepanjang bulan Oktober sampai Desember ini China telah kirimkan pasukan Coast Guard dalam dua kapalnya untuk menemani kapal peneliti yang memasuki wilayah Indonesia.
Mereka mengincar eksplorasi ladang gas di Natuna, Natuna D Alpha.
Kenyataannya sudah sejak Agustus lalu China mengincar salah satu ladang gas lepas pantai terbesar Indonesia itu.
Pantauan Intisari Online 20 Agustus 2021 China pernah mengirimkan kapal-kapal China ke Blok Tuna di Natuna D Alpha.
Kemudian yang terbaru adalah pengiriman kapal eksplorasi dan dua kapal coast guard, disertai oleh protes dari China atas aktivitas pengeboran gas oleh Indonesia.
Kapal eksplorasi itu bahkan berkeliaran selama 7 minggu di perairan Indonesia sejak September.
Natuna D Alpha
Pengeboran gas Blok Tuna adalah yang saat ini diincar China untuk bisa mereka hentikan.
Agustus 2021, pengeboran di Blok Tuna didanai oleh Zarubezhneft, perusahaan Rusia, yang masuk ke investasi Indonesia lewat anak perusahaannya, ZN Asia Ltd.
Keputusan Zarubezhneft untuk menggarap Natuna D Alpha sudah disebutkan lewat SKK Migas Oktober 2020 lalu.
Keputusan saat itu membuat Zarubezhneft mengakuisisi 50% partisipasi kepentingan Harbour Energy di Kontrak Bagi Hasil (KBH) Blok Tuna Kepulauan Natuna.
Blok Tuna adalah wilayah kerja Migas di lepas pantai Indonesia, terletak di Laut Natuna, sebelah perbatasan dengan Vietnam dengan kedalaman air 110 meter.
Sayangnya walaupun menjadi ladang gas raksasa milik Indonesia, Blok Tuna dan Natuna D Alpha belum bisa dipanen sampai sekarang.
Pemerintah kesulitan untuk mencari investor yang mau menggarapnya.
Agustus 2021 lalu Harbour Energy merupakan operator yang masih bertugas, memegang 100% partisipasi kepentingan di wilayah tersebut.
KBH Tuna melakukan kegiatan akuisisi seismik 2D dan 3 D, kemudian pengeboran 4 sumur eksplorasi: Gajah Laut Utara-1 dan Belut Laut-1 di tahun 2011, kemudian Kuda Laut-1 dan Singa Laut-1 tahun 2014.
Namun, ConocoPhillips yang juga memegang pengelolaan ladang gas itu sudah menjual aset pengelolaan pada awal Desember kepada MedcoEnergi.
ConocoPhillips menyusul perusahaan besar lainnya yang memegang saham pengelolaan Natuna D Alpha seperti Total dan Chevron.
Gurita gas dunia Shell juga mundur perlahan-lahan dari janji pengelolaan ladang gas Indonesia yang lain yaitu ladang gas Masela, yang didorong oleh Inpex Jepang.
Faktanya, walaupun ditemukan hidrokarbon di sumur Kuda Laut-1 dan Singa Laut-1 yang letaknya bersebelahan, mengolahnya sangat sulit.
Ada sumber daya sebesar 104 MMBOE (Millions of barrels of oil equivalent) yang didominasi gas tinggi kandungan kondensat.
Kandungan gas di Natuna D Alpha termasuk tiga besar yang menyokong produksi nasional di masa depan bersama Indonesia Deepwater Development (IDD) di Kalimantan dan Blok Masela di Indonesia Timur.
IDD menyimpan simpanan gas sebesar 2,66 TCF (trillion cubic feet/triliun kaki kubik), sedangkan Masela menyimpan 16,73 TCF dan Natuna menyimpan 49,87 TCF.
Natuna menyimpan cadangan gas terbesar, bahkan potensinya mencapai 222 TCF.
Namun kendala mengolahnya adalah kandungan karbon dioksida yang mencapai 71%.
Hal ini menyebabkan biaya produksi membengkak.
Biasanya kandungan karbon dioksida maksimum pada blok migas hanyalah 35%.
Jika dikerjakan sembarangan maka kandungan karbon dioksida bisa dilepas dengan sembarangan ke bumi dan menyebabkan bertambahnya emisi karbon dioksida di muka bumi.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini