Intisari-Online.com-Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur yang pernah berdiri sekitar tahun 1293 hingga 1527 M.
Kerajaan Majapahit mengalami masa keemasan ketika dipimpin oleh Hayam Wuruk.
Cucu Raden Wijaya ini memerintah pada 1350 M hingga 1389 M.
Saat memimpin, ia didampingi Patih Gajah Mada.
Pada saat itu diceritakan bahwa raja Hayam Wuruk belum mau menikah.
Namun ada seorang putri yang menarik hatinya yaitu putri dari Negara Pasundhan yang bernama Dyah Pitaloka.
Hayam Wuruk menugaskan Empu Madu untuk menghadap raja Pasundan guna melamar sang putri.
Ternyata lamarannya diterima dan dianggapnya sebagai tanda penghormatan dari raja besar Majapahit.
Ringkasnya raja Pasundan menghantar sendiri Dyah Pitaloka ke Majapahit, dengan diiringi serombongan prajurit.
Sesampai di negara Majapahit, menyiapkan perkemahan di alun-alun Bubat sambil menanti penjemputan dari Shri Hayam Wuruk.
Saat itu, Gajah Madaterikat dengan sumpah setianya, Sumpah Palapa.
Sumpah itu berbunyi "Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana isun amukti palap."
Artinya, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikian saya (baru akan) melepaskan puasa."
Sumpah itu diucapkan Gajah Mada saat upacara pengangkatan menjadi Patih Amangkubumi Majapahit.
Gajah Mada mengira bahwa dengan perginya Hayam Wuruk menjemput Dyah Pitaloka akan menurunkan derajat kewibawaan kerajaan Majapahit.
Oleh karenanya, Gajah Mada berpendapat bahwa Dyah Pitaloka harus dibawa menghadap Hayam Wuruk menjadi putri boyongan sebagai pertanda menyerah.
Keinginan Gajah Mada seperti itu membuat marah Manggala dari Pasundan, akhirnya terjadi perselisihan.
Hal itu memicu meletusnyaperang di tengah alun-alun Bubat,yang mengakibatkan tewasnya seluruh rombongan Sunda, termasuk sang raja.
Peristiwa berdarah ini membuathubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang.
Gajah Mada sendiri menghadapi tentangan, kecurigaan, dan kecaman dari pihak pejabat dan bangsawan Majapahit, karena tindakannya dianggap ceroboh dan gegabah.
Dia dianggap terlalu berani dan lancang dengan tidak mengindahkan keinginan dan perasaan sang Mahkota, Raja Hayam Wuruk sendiri.
Peristiwa yang penuh kemalangan ini pun menandai mulai turunnya karier Gajah Mada.
(*)