Intisari - Online.com -Kisah ranjang khusus di setiap negara menunjukkan budaya, sejarah dan perkembangan negara dan wilayah itu di setiap periode.
Ada adat-istiadat yang menunjukkan budaya dan identitas bangsa yang khas, tapi ada juga adat yang menjadi adat dan budaya tandingan.
Sebuah kisah menarik datang dari Guyana, Amerika Selatan, di mana menjadi kebiasaan di banyak suku jika pengantin baru yang kembali ke rumah suami dipaksa menghadapi kebiasaan yang sangat aneh.
Ternyata mempelai pria bisa ditiduri oleh semua pria dalam keluarga si pria, dan tepat setelah malam pertama, pengantin wanita menjadi "hadiah umum" dari semua pria di keluarga suaminya.
Tradisi aneh ini berhenti jika pengantin baru melahirkan anak pertamanya.
Setelah melahirkan anak pertama, istri tidak harus berhubungan seksual dengan pria lain dalam keluarga kecuali suaminya, karena menurut konsep Guyana, memiliki anak menjelaskan jika istri ini menjadi milik suami sendiri.
Kebiasaan ini menurut konsep Guyana akan mempererat ikatan antara saudara dan saudari dalam keluarga.
Namun hal ini menjadi masalah karena satu-satunya harta milik seorang istri ditentukan hanya ketika ia melahirkan anak pertamanya, sebabnya hanya sedikit pria Guyana yang bisa memastikan jika anak yang dilahirkan istrinya adalah anaknya sendiri.
Itulah sebabnya keluarga ini akan pusing menentukan siapa sebenarnya ayah dari anak yang dilahirkan oleh mempelai wanita.
Sayangnya seperti kebudayaan lainnya, konsep ini sudah merambah ke alam bawah sadar masyarakat Guyana, dan siapa anak pertama tidak lagi penting.
Karena merupakan kebiasaan tradisional juga, beberapa suku di negara Amerika Selatan seperti orang Caingang di Brasil dan orang Siriono di Bolivia yang memberikan hak kepada pasangan untuk "berhubungan intim" dengan saudara kandung pasangannya.
Artinya seorang suami bisa secara terbuka berhubungan intim dengan saudara perempuan istrinya, dan seorang istri bisa berhubungan intim dengan saudara laki-laki suaminya.
Namun tidak seperti suku-suku Guyana, persatuan suami istri ini berlangsung seumur hidup bagi masyarakat suku Caingang.
Suku ini juga mempertahankan aktivitas intim berkelompok karena mereka percaya jika hal tersebut bisa memperkuat kedekatan orang-orang dari keluarga yang sama.
Hal ini juga yang menyebabkan banyak masalah penyakit menular di masyarakat Caingang.
Namun beruntungnya dengan akses banyak organisasi medis, masalah aktivitas intim berkelompok sudah berkurang.
Namun praktik ini tidak sepenuhnya hilang, karena masih dilakukan secara terbatas di banyak suku di Amerika Selatan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini