Intisari-Online.com -Pada dasarnya hak asasi manusia harus dihormati.
Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional diperingati setiap 10 Desember.
MelansirKompas.com, peringatan ini adalah untuk mengenang hari diadopsinya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948.
Dokumen deklarasi ini terdiri atas bagian Pembukaan dan 30 Pasal yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia.
Melansir laman OHCHR, peringatan ini secara resmi dimulai dari tahun 1950, setelah Majelis Umum meloloskan resolusi 423 dan mengundang seluruh negara ataupun organisasi yang tertarik untuk mengadopsi 10 Desember sebagai Hari HAM tiap tahunnya.
Ketika Majelis Umum mengadopsi dekrarasi ini, 48 negara mendukung dan 8 negara abstain.
Deklarasi ini kemudian dinyatakan sebagai standar umum pencapaian bagi semua bangsa.
Setiap individu dan masyarakat harus berjuang dengan langkah-langkah progresif, nasional, dan internasional, untuk memperoleh pengakuan dan ketaatan yang universal dan efektif.
Meskipun Deklarasi ini tidak mengikat, dokumen ini mengilhami lebih dari 60 instrumen Hak Asasi Manusia membentuk standar HAM internasional.
Sekarang, persetujuan umum dari semua Negara Anggota PBB tentang Hak Asasi Manusia yang tercantum dalam Deklarasi membuatnya semakin kuat.
Dokumen ini pun menekankan relevansi Hak Asasi Manusia dalam kehidupan kita sehari-hari.
Hingga kini, dokumen deklarasi HAM telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 500 bahasa.
Baca Juga:Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa, Apa Maksudnya?
Deklarasi HAM masih menjadi dasar ketika menemukan hal ataupun tantangan baru dalam pemenuhan hak-hak asasi manusia.
pengakuan terhadap HAM di era modern saat ini tidak terlepas dari sebuah perjalanan panjang.
Pada tahun 539 sebelum masehi, pasukan Raja Cyrus, raja pertama dari Persia kuno, menaklukan wilayah Babilonia.
Seperti dilansir dariHumanrights.com, bukannya menjajah, Raja Cyrus justru membebaskan para budak dan menyatakan bahwa mereka memiliki kemerdekaan untuk memeluk agama dan membangun ras mereka sendiri.
Seluruh kebijakannya itu kemudian dicatat di dalam sebuah tabung silinder yang terbuat dari tanah liat yang dipanggang dan ditulis dalam bahasa Akkadia dengan aksara runcing atau kemudian lebih dikenal dengan Cyrus Cylinder.
Catatan kuno ini sekarang telah diakui sebagai piagam hak asasi manusia pertama di dunia dan kini telah diterjemahkan ke dalam enam bahasa resmi PBB dan isi ketentuannya paralel dengan empat artikel pertama Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
Dari Babilonia, gagasan itu kemudian menyebar ke sejumlah wilayah mulai dari India, Yunani hingga Roma.
Di wilayah-wilayah tersebut saat itu berlaku konsep hukum adat, dimana faktanya orang mengikuti aturan tak tertulis yang didasarkan pada aturan dalam kehidupan.
Sedangkan Roma telah menganut hukum Romawi yang didasarkan pada ide-ide rasional yang berasal dari sifat tertentu.
(*)