Intisari-Online.com – Perubahan iklim yang drastis pada abad ke-6 Masehi menyebabkan peradaban penduduk asli Amerika Kuno mengadopsi teknologi baru.
Pad atahun 536 dan 541 M, letusan gunung berapi mendorong sebagian besar dunia ke dalam masa-masa sulit, menghalangi kehangatan matahari dan menyebabkan kegagalan panen yang dahsyat.
Sebuah penelitian yang diterbitkan jurnal Antiquity menunjukkan bahwa peristiwa ini setidaknya memiliki satu efek positif, yaitu berkontribusi pada perkembangan jangka panjang budaya Puebloan Leluhur di Amerika Utara bagian barat.
Beberapa dekade setelah bencana alam, masyarakat adat di kawasan itu meninggalkan komunitas nomaden mereka yang kecil dan mulai membangun kota-kota besar dengan gedung-gedung yang lebih tinggi.
“Masyarakat manusia mampu melakukan reorganisasi untuk menghadapi gangguan iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata penulis utama R. J. Sinensky, seorang arkeolog di University of California Los Angeles.
“... Nenek moyang petani Puebloan yang tinggal di dataran tinggi gersang yang sekarang disebut barat daya Amerika Serikat memiliki banyak akal dan ulet dalam menanggapi anomali suhu global paling ekstrem yang terjadi dalam 2.500 tahun terakhir.”
Menurut Michael McCormik, sejarawan abad pertengahan di Universitas Harvard, mengatakan, bahwa bagi orang Eropa, tahun 538 menandai awal dari ‘salah satu periode terburuk untuk hidup, jika bukan tahun terburuk’.
Letusan besar gunung berapi di Islandia mengirimkan awan tebal ke atmosfer Belahan Bumi Utara selama 18 bulan.
Seperti yang ditulis oleh sejarawan Bizantium Procopius, matahari memancarkan cahayanya tanpa kecerahan, seperti bulan, sepanjang tahun.
Letusan lain pada tahun 541 memperpanjang krisis, yang mmeiliki efek beriak.
Amerika Utara menderita dengan cara yang sama seperti Eropa.
Melansir CTV News, pengukuran lingkaran pohon dari tempat yang sekarang menjadi bagian barat daya AS menunjukkan bahwa tanaman bertahan dalam kondisi dingin dan kering.
Menghadapi bencana, orang-orang meninggalkan rumah tradisional mereka.
Perubahan iklim yang drastis ini mungkin menjelaskan pergeseran organisasi sosial yang sebelumnya dicatat oleh para arkeolog.
Sebelum pertengahan abad ke-6, orang-orang di wilayah itu sebagian besar tinggal di pemukiman yang tersebar, menurut Haaretz.
Beberapa bertahan hidup dengan bertani, sementara yang lain mengandalkan berburu dan mencari makan.
Menurut penelitian tersebut, masyarakat mengembangkan hubungan dengan kelompok tetangga di tengah kesulitan yang disebabkan oleh bencana iklim.
Ikatan yang baru ditempa ini menyebabkan adopsi luas dari praktik yang dulu terisolasi, seperti pembuatan tembikar dan budidaya kalkun, dan mengantarkan apa yang dikenal sebagai periode Pembuat Keranjang III.
Mencakup 500 hingga 750 M, era tersebut ditandai dengan ledakan populasi, serta perubahan teknologi dan gaya hidup.
Gaya hidup baru Leluhur Puebloan yang semakin menetap memunculkan disparitas kekayaan, meningkatkan ketidaksetaraan sosial sambil juga membawa pembangunan gedung-gedung besar dan kompleks.
Masyarakat adat ini membangun waduk dan bendungan untuk irigasi tanaman dan tersebar di area yang luas, mengembangkan banyak pusat populasi.
Pada abad ke-9, mereka menciptakan kiva besar, atau struktur melingkar besar yang digunakan untuk upacara dan pertemuan politik.
Chaco Canyon, pusat penting budaya Pueblo dari tahun 850 hingga 1250 M, berisi banyak kiva besar.
Menurut Unesco, situs tersebut, di tempat yang sekarang disebut New Mexico, memiliki gedung-gedung publik yang besar dan rumah-rumah bertingkat; itu terhubung ke pusat-pusat Chaco lainnya melalui sistem jalan yang dirancang dengan cermat.
Saat ini, keturunan Puebloan Leluhur termasuk suku Hopi, Zuni, Acoma, dan Laguna.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari