Advertorial
Intisari - Online.com -Candi Borobudur adalah sebuah mahakarya arsitektur Buddha yang merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno.
Candi ini ada di Magelang, Jawa Tengah.
Sampai saat ini, Borobudur tetap menjadi candi Buddha terbesar di dunia dan setiap bangunannya memiliki karakteristik serta makna tersendiri.
Tahun 1991, candi Borobudur menjadi Situs Warisan Dunia oleh UNESCO.
Bukti sejarah belum mencatat siapa yang membangun candi Borobudur.
Tahun pembangunan dan latar belakang pendiriannya juga masih diliputi misteri.
Penelitian ahli menunjukkan Borobudur diperkirakan dibangun pada abad ke-8, ketika Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Dinasti Syailendra.
Beberapa pendapat mengatakan pembangunan Borobudur yang memakan waktu ratusan tahun selesai ketika Mataram Kuno dipimpin oleh Raja Samaratungga.
Ada juga pendapat lain yang mengatakan pembangunan Borobudur dimulai oleh Dinasti Sanjaya, tapi baru dapat diselesaikan oleh Dinasti Syailendra.
Dinasti Syailendra juga dicatat membawa periode keemasan Mataram Kuno.
Ternyata, dinasti ini tidak hanya memimpin Mataram Kuno di Jawa saja.
Nama Syailendra disebut-sebut menjadi penguasa Kerajaan Sriwijaya di pertengahan abad ke-9, dan juga muncul dalam prasasti tidak bertanggal di tanah genting Semenanjung Malaya.
Lantas, siapakah sebenarnya Dinasti Syailendra?
Mengutip Britannica, Syailendra adalah sebuah dinasti yang menguasai Jawa dari 750 sampai 850 M setelah kejatuhan kerajaan Funan di daratan Asia Tenggara.
Dinasti ini ditandai dengan pembangunan budaya besar dengan perkenalan Buddhisme Mahayana dan membangun berbagai ekspresi artistik di berbagai candi dan monumen selama mereka berjaya.
Dinasti Syailendra dianggap merupakan sebuah talasokrasi, yaitu kekuasaan yang didasarkan atas kekuatan laut dan menguasai maritim Asia Tenggara, tapi Dinasti ini juga menggantungkan pada hasil pertanian, seperti buktinya yaitu persawahan di Dataran Kedu, Jawa Tengah.
Prasasti yang diciptakan oleh Syailendra menggunakan tiga bahasa; Melayu Kuno, Jawa Kuno, dan Sansekerta, ditulis bisa dalam abjad Kawi maupun naskah pra-Nagari dari India.
Penggunaan Melayu Kuno telah memicu spekulasi asal-usul dari Sumatra, atau hubungan Sriwijaya dengan keluarga ini.
Di sisi lain, penggunaan Jawa Kuno menunjukkan pencapaian politik mereka di Jawa.
Penggunaan Sansekerta biasanya mengindikasikan sifat resmi, keagamaan dan peristiwa yang digambarkan di prasasti lain.
Sumber awal
Prasasti Sojomerto yang ditemukan di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, menyebut nama Dapunta Selendra atau Selendranamah.
Nama Selendra adalah penyebutan lain dari Syailendra, menunjukkan jika Dapunta Selendra adalah cikal bakal keluarga Syailendra di Jawa Tengah.
Prasasti itu bersifat Shaivist, menunjukkan jika keluarga tersebut awalnya merupakan penganut Shaivis Hindu sebelum berganti menjadi Buddhisme Mahayana.
Prasasti paling awal di Indonesia yang secara jelas menyebut nama Syailendra adalah prasasti Kalasan di Jawa Tengah, yang menyebut penguasanya, Maharaja dyah Pancapana Kariyana Panamkarana dan merayakan berdirinya candi Buddha, Candi Kalasan, yang didirikan untuk dewi Tara.
Nama itu juga muncul di beberapa prasasti lain contohnya prasasti Kelurak dan prasasti Karangtengah.
Di luar Indonesia, nama Syailendra ditemukan di prasasti Ligor di semenanjung Malaya dan prasasti Nalanda di India.
Kemungkinannya adalah Panamkrama menciptakan Chaiya, atau prasasti Ligor, dan mengambil alih kekuasaan Sriwijaya di Semenanjung Malaya Thailand Selatan.
Walaupun bangkitnya Syailendra terjadi di Dataran Kedu di pusat Jawa, asal mereka menjadi diskusi besar.
Terpisah dari Jawa sendiri, rumah di Sumatra, India atau Kamboja telah disebut-sebut.
Penelitian terbaru tampaknya menunjukkan asal dari dinasti tersebut.
Walaupun hubungan mereka dengan Sriwijaya di Sumatera dan Semenanjung Thai-Malaya, Syailendra kemungkinan berasal dari Jawa.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini