Benda yang dikenal sebagai 'mata wedjat,' atau 'Mata Horus,' itu dianggap sebagai jimat yang memberikan kesehatan dan perlindungan pada pemiliknya.
Pembakar dupa terbuat dari tembikar faience, tembikar berlapis timah yang dianggap ajaib.
Benda itu diyakini diisi dengan kilau matahari yang tak pernah mati, dan dijiwai dengan kekuatan kelahiran kembali, menurut kurator Metropolitan Museum of Art Carolyn Riccardelli.
“Zat buatan manusia ini memungkinkan orang Mesir untuk membuat berbagai macam benda yang dilapisi glasir biru cerah yang mengilap — warna yang terkait erat dengan kesuburan, kehidupan, dan kualitas sinar matahari,” kata Riccardelli.
Satu pembakar menggambarkan dewa berkepala elang Horus, suami Hathor dan dewa perang Mesir.
Selain menjadi istri Horus, Hathor juga dianggap sebagai ibu para firaun: Sebuah lukisan yang sebagian diawetkan di situs tersebut menggambarkan seorang raja Mesir melakukan ritual di kuil.
Hieroglif yang ditemukan di dinding candi termasuk lima gelar Raja Psamtik I, yang memerintah dari 664 hingga 610 SM, serta nama dua dinasti firaun ke-26 lainnya, Waha Ip-Ra dan Ahmose II.
Sekitar 60 mil dari Alexandria, Buto disebut juga Per-Wadjet oleh orang Mesir kuno.
Lokasi itu merupakan ibu kota Mesir Hilir sampai disatukan dengan Mesir Hulu sekitar 3100 SM.
(*)
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR