Intisari-Online.com – Masih ingat kisah berdirinya kerajaan Singasari? Bermula dari sinilah kerajaan Singasari berdiri.
Dalam karya sastra Kitab Pararaton, dikisahkan seorang tokoh Tunggul Ametung, yang menjabat sebagai akuwu wilayah Tumapel.
Jabatan akuwu itu mungkin kalau sekarang setara dengan camat.
Tumapel ketika itu merupakan salah satu daerah bawahan kerajaan Kediri pada masa pemerintahan Kertajaya (1185-1222).
Dia kemudian mati dibunuh oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang kemudian mendirikan Kerajaan Singasari.
Siapakah Tunggul Ametung dan bagaimana pertemuannya dengan Ken Dedes yang dikisahkan sangat cantik itu?
Tunggul Ametung, hanya bisa ditemui namanya dalam naskah Pararaton yang ditulis ratusan tahun sesudah zaman Kediri dan Singasari.
Dalam Pararaton dikisahkan, pada suatu hari Tunggul Ametung singgah di desa Panawijen.
Dia berjumpa dengan seorang gadis cantik bernama Ken Dedes, yang adalah putri seorang pendeta bernama Mpu Purwa.
Dikisahkan bila gadis cantik ini sangat pintar melakukan perawatan tubuh, sehingga kulitnya sangat bersinar, halus, mulus, dan sangat wangi.
Bahkan, menurut kisah, hanya mencium aromanya saja, orang-orang tahu bahwa yang barusan lewat adalah Ken Dedes.
Tak heran, bila kecantikan dan kemulusan tubuh Ken Dedes ini memikat hati Tunggul Ametung.
Baru sekali itu melihat, Tunggul Ametung langsung meminang Ken Dedes.
Namun, gadis itu meminta agar Tunggul Ametung menunggu kedatangan ayahnya, Mpu Purwa, yang saat itu sedang berada di hutan.
Karena tak kuasa menahan keinginannya, Tunggul Ametung pun menculik Ken Dedes dan membawanya dengan paksa ke Tumapel.
Tentu saja, ketika Mpu Purwa pulang ke rumah dan tidak mendapati Ken Dedes, dia marah mendengar cerita tentang penculikan putrinya itu.
Dia pun mengucapkan kutukan ‘barang siapa yang telah menculik putrinya, kelak akan mati karena tikaman keris ’.
Dari jejak arkeolog menyebutkan bahwa lokasi penculikan tersebut terjadi di Situs Polowijen di Kelurahan Polowijen, Malang.
Tempat tersebut berupa sumber air yang sudah mengering dan penduduk setempat memberinya nama dengan Sendang Dedes atau Sumur Windu.
Ini sesuai dengan kutukan yang dikeluarkan oleh Mpu Purwa, “Demi semesta serta isinya, aku menyumpahimu untuk tidak bahagia, tidak mengenyam kenikmatan dan terbunuh dengan keris dengan sekali tebasan. Aku juga bersumpah demi langit serta penghuninya, keringlah sumur penduduk Panawijen dan kolamnya tak mengeluarkan air.”
Cerita sejarah Tunggul Ametung pun berlanjut, namun tidak berlangsung lama.
Adalah seorang pemuda berandalan yang ketika itu menjadi kepala perampok paling ditakuti di kawasan Kerajaan Kediri, dia adalah Ken Arok.
Atas bantuan dari seorang brahmana dari India yang bernama Lohgawet, Ken Arok dapat bekerja menjadi pengawal Tunggul Ametung.
Dia pun mendapat pekerjaan sebagai pengawal kepercayaan dari Tunggul Ametung.
Ketika Ken Arok melihat kecantikan Ken Dedes, dia pun jatuh cinta.
Dikisahkan, Ken Arok tergila-gila pada Ken Dedes ketika melihat sesuatu yang bersinar saat kainnya tersingkap ketika turun dari pedati.
Ken Arok menemui Lohgawe, dan mendapatkan penjelasan bahwa Ken Dedes itu akan menurunkan raja-raja tanah Jawa.
Katanya, wanita yang memiliki cahaya bersinar (madyar hamurup) dipercaya akan membawa kebahagiaan dan siapa pun yang memperistrinya akan menjadi raja besar.
Mendengar hal itu, hasrat Ken Arok pun semakin besar untuk memiliki Ken Dedes, meskipun waktu itu dia tengah hamil muda.
Ken Arok pun berencana untuk membunuh Tunggul Ametung.
Namun, karena Ken Arok tahu bahwa Tunggul Ametung terkenal sakti, maka dia membutuhkan sebuah keris untuk membunuhnya.
Ken Arok pun memesan keris kepada seorang pembuat pusaka sakti, yaitu Mpu Gandring, yang diperkenalkan oleh Bango Samparan.
Namun, belum juga keris itu diselesaikan secara paripurna oleh Mpu Gandring, Ken Arok sudah mengambilnya, bahkan menusukkan pada sang pembuat hingga tewas.
Dalam keadaan sekarat, Mpu Gandring mengucapkan kutukan bahwa nantinya keris itu akan membunuh Ken Arok sendiri, dan meminta tujuh nyawa.
Pada mulanya, Ken Arok meminjamkan keris pusakanya itu kepada rekan sesama pengawal, bernama Kebo Hijo.
Kebo Hijo yang sangat suka dengan pusaka itu membawanya ke mana pun pergi, sehingga orang-orang di Tumapel mengira kalau keris itu miliknya.
Hingga pada suatu malam, Ken Arok mencuri keris pusaka itu dari rumah Kebo Hijo, dan pergi ke kamar tidur Tunggul Ametung lalu membunuhnya.
Pagi harinya, warga Tumapel gempar mengetahui keris Kebo Hijo menancap pada mayat Tunggul Ametung.
Kebo Hijo pun dihukum mati dengan menggunakan keris yang sama.
Sepeninggal Tunggul Ametung, Ken Arok menikahi Ken Dedes, dan mengangkat dirinya sebagai akuwu Tumpel.
Ken Dedes yang tengah mengandung anak dari perkawinannya dengan Tunggul Ametung, ketika lahir bayi itu diberi nama Anusapati.
Bila diamati dari kisah Pararaton, maka diperoleh gambaran bahwa Ken Dedes yang merupakan saksi mata pembunuhan Tunggul Ametung, justru bersedia dinikahi oleh pembunuh suaminya itu.
Rupanya, Ken Dedes dan Ken Arok sebenarnya memang saling mencintai.
Mungkin saja karena Ken Dedes menjadi istri Tunggul Ametung karena terpaksa setelah dia diculik oleh akuwu Tumapel tersebut.
Anusapati yang sudah dewasa, merasa dianaktirikan oleh Ken Arok.
Dari ibunya, Ken Dedes, Anusapati mengetahui bahwa dirinya bukanlah anak kandung Ken Arok.
Dia juga mengetahui bahwa ayah kandungnya adalah Tunggul Ametung yang mati dibunuh oleh Ken Arok.
Anusapati pun berhasil membunuh Ken Arok melalui tangan pembantunya, dan kemudian menjadi raja Tumapel yang kedua.
Dialah yang kemudian menurunkan raja-raja selanjutnya, seperti Wisnuwardhana dan Kertanegara.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari