Di Jawa, uang tiruan ini disebut gobog dengan lubang persegi di tengah-tengah dan garis tengah yang lebih besar.
"Dari segi bentuk dan ukuran, mata uang gobog ini tidak lagi berbentuk potongan-potongan logam, melainkan sudah memiliki bentuk sempurna dan juga memiliki ukuran yang cukup besar, sehingga tidak mudah jatuh atau hilang," imbuh Hutomo.
"Hiasan gambar manusia yang terdapat pada tubuh koinnya memiliki bentuk menyerupai wayang kulit," lanjutnya. Itu dibuat sebagai identitas khas yang melekat dengan budaya Majapahit, wayang sebagai simbol kebudayaannya.
Bentuk wayang yang terdapat pada koin, menggambarkan kehidupan masyarakat Majapahit pada masa itu seperti penggembala sapi, nelayan, peternak, pertapa, pemburu banteng, penenun, bangsawan dan para pengiringnya, dan lain-lain.
Nusantara dan beberapa wilayah di Asia Tenggara yang pada abad ke-13 telah menjadi bagian dari kekuasaan Majapahit, memberlakukan gobog sebagai mata uang resmi dalam proses perdagangannya.
Selain Majapahit, beberapa kerajaan di Nusantara juga menerbitkan koin uang logam sebagai alat transaksi resmi di wilayahnya.
Salah satunya Kerajaan Banten yang membuat gobog Banten berbentuk bulat pipih dan berlubang segi enam.
Pada uang yang berukuran besar dan sedang terdapat tulisan jawa "Pangeran Ratoe".
Sementara pada uang yang berukuran besar dan sedang terdapat tulisan "Pangeran Ratoe Ing Banten".
Di Jambi, uang koin logam diproduksi dari timah yang bertuliskan huruf Arab.
Pada koin yang banyak ditemukan di Sumatera ini, pada umumnya terdapat tulisan Arab yang berbunyi "Cholafat al Mukmin" dan waktu pembuatannya dalam tahun hijriah.
Source | : | kompas,nationalgeographic.grid.id |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR