Intisari-Online.com - Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) didiagnosis mengalami kanker prostat stadium awal.
Kabar tersebut disampaikan setelah dilakukan pemeriksaan melalui metode MRI, biopsi, Positron Emission Tomography (PET) Spesific Membrane Antigen (SMA) Scan dan pemeriksaan lainnya oleh tim dokter.
Staf pribadi SBY, Ossy Dermawan, dalam keterangannya, Selasa (2/11/2021), mengatakan, "Sesuai dengan diagnosis dari tim dokter, Bapak SBY mengalami kanker prostat (prostate cancer) awal."
Ossy menjelaskan sesuai dengan kondisi kesehatan SBY saat ini, tim dokter menyimpulkan semua opsi terbuka untuk melakukan pengobatan dan penyembuhan terhadapnya.
Ossy melanjutkan, SBY akan melanjutkan perawatan medis ke sebuah rumah sakit di luar negeri untuk penanganan penyakitnya.
Terlepas dari kabar tersebut, tahukah Anda bahwa kertas berwarna cokelat berlapis plastik transparan yang biasanya digunakan untuk membungkus nasi adalah bisa menjadi salah satu pemicu kanker prostat?
Pakar toksikologi kimia mengatakan bahwa kertas berwarna cokelat tersebut ternyata mengandung zat kimia berbahaya bagi kesehatan manusia.
Dilansir Grid.ID dari Tribun Pontianak, kertas nasi mengandung bisphenol A atau BPA, yang memiliki bahaya tersendiri bagi kesehatan tubuh.
Baca Juga: Pantas Banyak Dijadikan Lalapan, Daun Kemangi Rupanya Mampu Mencegah Penyakit Mematikan Ini
BPA sendiri sering digunakan sebagai bahan pembuat wadah atau pembungkus makanan bukan hanya dari plastik, tetapi juga kertas.
Terkait bahaya penggunaan kertas nasi ini juga sempat dipaparkan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) di website resminya.
Di mana Peneliti Pusat Penelitian Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Lisman Suryanagara mengingatkan masyarakat supaya berhati-hati dengan kertas nasi dan kertas daur ulang yang dipakai untuk membungkus makanan.
Pasalnya, menurut penelitiannya kertas nasi untuk membungkus makanan seperti untuk nasi goreng, nasi bungkus, atau martabak yang berwarna cokelat itu memiliki dampak buruk bagi kesehatan.
Berbicara tentang kemasan makanan berbahan dasar kertas yang paling lazim digunakan di Indonesia, ternyata masih banyak yang belum layak untuk dijadikan sebagai kemasan makanan primer.
Lisman mengungkapkan, "Masih banyak ditemukan penggunaan kertas koran, kertas bekas cetakan, atau kertas daur ulang sebagai kemasan nasi kotak, nasi bungkus, gorengan, dan kotak martabak."
Hasil riset yang dilakukan LIPI menunjukan jumlah bakteri yang terkandung dalam kertas nasi yang terbuat dari kertas daur ulang sekitar 1,5 juta koloni per gram.
Sementara rata-rata kertas nasi yang umum digunakan beratnya 70-100 gram, itu artinya ada sebanyak 105 juta-150 juta bakteri yang terdapat di kertas tersebut.
Lisman mengatakan, "Kandungan mikroorganisme di kertas daur ulang memiliki nilai tertinggi dibandingkan jenis kertas lainnya, ini melebihi batas yang ditentukan."
Lebih lanjut, Lisman mengatakan bahwa zat-zat kimia tersebut berdampak negatif terhadap tubuh manusia dan dapat memicu berbagai penyakit seperti kanker, kerusakan hati dan kelenjar getah bening, mengganggu sistem endokrin, gangguan reproduksi, meningkatkan risiko asma, mutasi gen, hingga kemandulan.
Dikutip Grid.ID dari Kompas.com, Rabu (14/7/2021), penggunaan BPA yang terkandung dalam kertas nasi memunculkan efek negatif bagi kesehatan.
Salah satunya, risiko keguguran meningkat tiga kali lipat pada wanita hamil yang terpapar BPA.
Selain itu, wanita usia subur yang terpapar BPA dilaporkan mengalami penurunan produksi sel telur sehat dan berisiko 2 kali lebih tinggi untuk sulit hamil.
Pada pasangan yang menjalani program bayi tabung, pria yang terpapar BPA berisiko hingga 30-46 persen untuk menghasilkan embrio berkualitas rendah karena jumlah sperma yang dimilikinya rendah.
Pria pekerja pabrik manufaktur BPA di China mengalami sulit ereksi dan sulit orgasme hingga 4,5 kali lipat daripada pria yang tidak bekerja di pabrik BPA.
Anak yang lahir dari ibu dengan paparan BPA tinggi ditemukan lebih hiperaktif, agresif, serta rentan cemas dan depresi.
Paparan BPA pada pria juga meningkatkan risiko kanker prostat dan kanker payudara pada wanita, karena BPA memengaruhi perkembangan prostat dan jaringan payudara.
Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, China, Korea Selatan, dan negara lainnya sudah membatasi penggunaan BPA.
Meski begitu, kebanyakan studi mengenai keamanan BPA dan dampaknya terhadap tubuh belum benar-benar meyakinkan.
Masih dibutuhkan lebih banyak penelitian terhadap manusia untuk dapat memastikan hal tersebut.
Meski demikian, ada baiknya menghindari penggunaan wadah yang mengandung BPA yang tidak baik bagi tubuh kita.