Intisari-Online.com - Kawasan Gunung Kelud merupakan salah satu tempat wisata di Kediri yang menarik untuk dikunjungi.
Wisata Gunung Kelud menawarkan keindahan alam yang begitu indah dan menyegarkan mata.
Di tempat ini, pengunjung bisa menikmati berbagai kegiatan yang asyik, seperti wisata off road di lereng Gunung Kelud menggunakan jeep adventure.
Selain itu, salah satu yang paling terkenal dari Gunung Kelud adalah keberadaan bunga berjuluk 'Bunga Abadi', tak lain bunga Edelweis.
Banyak bunga Edelweis menghiasi kawasan gunung berketinggian 1.731 mdpl ini, terutama di sekitar kawah Gunung Kelud.
Keberadaannya juga cukup kentara lantaran bentuk dan warna bunganya yang menonjol di antara ilalang.
Dengan masih jarangnya tanaman lain yang tumbuh di lahan vulkanis sisa letusan gunung ini membuat bunga Edelweis Gunung Kelud semakin terlihat.
Keindahan bunga inilah yang menjadi keunikan sekaligus daya tarik wisata Gunung Kelud Kediri.
Tapi ingat, tak perlu memetiknya, ya. Jika kamu berwisata di kawasan Gunung Kelud dan melihat bunga Edelweis, cukup nikmati keindahannya saja.
Bunga Edelweis sendiri masuk dalam kategori tanaman yang dilindungi. Oleh sebab itu, dinas pariwisata dan kebudayaan menerapkan larangan memetik bunga abadi itu.
Soal perlindungan bunga edelweis, pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa aturan yang bertujuan untuk melindungi tanaman endemik pegunungan itu.
Bahkan ada ancaman sanksi pidananya. Salah satu aturan tersebut adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Baca Juga: Mengusir Tikus Membuat Binatang yang Satu Ini Tak Betah Berkeliaran di Rumah, Begini Caranya
Mengacu pada lampiran permen tersebut, Kepala Seksi Konservasi Wilayah 1 Kediri Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur Nur Muhammad Ndaru Sudiro mengatakan, bunga edelweis yang dilindungi adalah jenis Anaphalis Javanica.
Sementara itu, meski jenis bunga Edelweis yang ada di Gunung Kelud adalah Anaphalis Longifolia, bukan termasuk jenis Anaphalis Javanica, tetapi bukan berarti ia bisa dipetik begitu saja.
Seperti yang diungkapkan Koordinator Gerakan Nasional Donor Pohon (GNDP), Ari Purnomo Adi.
"Upaya perlindungannya tetap harus dilakukan untuk kelestarian alam yang lebih luas," ungkapnya.
Sebab menurutnya, setiap tanaman yang ada di alam, mempunyai peranan masing-masing. Begitu pula dengan longifolia.
Salah satu fungsinya adalah sebagai tanaman perintis karena mampu hidup di lahan yang ekstrem semisal minim unsur hara.
Biasanya tanah vulkanis muda pegunungan. Dari keberadaan Edelweis itu di antaranya akan tercipta humus yang menjadi jalan bagi tanaman lain menyusul membaiknya kondisi tanah.
"longifolia juga merupakan tanaman pioner atau pembuka bagi tanaman lainnya," lanjutnya.
Alasan Longifolia tidak dilindungi karena memang populasinya masih cukup banyak dan bunganya cenderung kurang menarik dibandingkan Javanica.
Ada pun perbedaan Edelweis jenis Longifolia dan Javanica yaitu mempunyai spesifikasi yang sedikit berbeda.
Misalnya soal habitat, kata Ari, javanica baru bisa tumbuh di ketinggian di atas 2.500 mdpl, bercirikan berbatang kayu, berdaun lebar, serta berkuntum lebat.
Sementara Longifolia bisa tumbuh hanya dengan ketinggian 1.500 mdpl, dan bercirikan daun kecil memanjang, tidak berbatang kayu, serta berkuntum bunga yang jarang.
Di Indonesia, Bunga Edelweis ditemukan pertama kali oleh naturalis berkebangsaan Jerman bernama Georg Carl Reindwardt ketika berada di lereng Gunung Gede, Jawa Barat.
Ia menemukan bunga ini pertama kali pada 1819 yang berarti Edelweis sudah ada di Indonesia lebih dari 200 tahun.
Perhatian terhadap kelestarian Bunga Edelweis di Indonesia memang hendaknya terus ditingkatkan, jangan sampai kejadian seperti di Dieng beberapa tahun lalu terulang kembali.
Mengutip Kompas.com,pada September 2004, penduduk kawasan Dieng, Wonosobo meyakini bunga Edelweis sudah hancur akibat dijarah habis-habisan, sehingga nyaris punah.
(*)