Intisari-Online.com -Meski masih banyak masyarakat yangbelum mendapatkan vaksin Covid-19 dosis kesatu dan kedua, beberapa pihak justru sudah sibuk mencari informasi mengenai vaksin dosis ketiga.
Booster, begitu beberapa orang menyebutnya, dianggap sangat diperlukan karena masih besarnya peluang terjadinya gelombang ketiga.
Hanya saja, selama ini banyak pihak, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang masih membatasi penggunaan booster vaksin Covid-19.
Salah satu alasannya, seperti diungkapkan olehDirektur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus yang dilansirReuters, adalah belum ada data meyakinkan terkait manfaat dan keamanan suntikan ketiga.
Ghebreyesus juga menyebutkan alasan lain penggunaan vaksin ketiga harus ditunda, yaitu masalah moral.
Di mana, seperti diutarakan di awal, masih banyak masyarakat di belahan dunia, termasuk di Indonesia, yang sama sekali belum mendapat akses terhadap vaksin kesatu dan kedua.
Maka dari itulah hingga saat ini, penggunaan vaksin ketiga atau booster masih terbatas untuk para tenaga kesehatan yang memang berjibaku menangani pasien Covid-19.
Namun, baru-baru ini, pakar WHO justru mulai berani merekomendasikan vaksin ketiga tidak hanya untuk para tenaga kesehatan.
Meski rekomendasi para pakar WHO ini belum menjadi keputusan resmi WHO, faktanya Indonesia disebut sudah menyiapkan skema awal vaksin booster.
Hal ini dinyatakan langsung olehJuru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi.
"Untuk booster skema awal sudah disiapkan, tapi akan berkembang sesuai dengan situasi," ujar Nadia, seperti dilansirkompas.com,Selasa (12/20/2021).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga menyatakan bahwa skema vaksin booster gratis akan berbasispada penerima bantuan iuran (PBI) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta APBD.
Sementara untuk vaksin ketiga berbayar, Airlangga menyebut jumlah yang akan disiapkan 93,7 juta orang.
"Sisanya nanti akan didorong melalui vaksin vaksin berbayar, dari segi harga vaksin dan lain akan dimatangkan kembali," ujar dia, seperti diberitakan kompas.com, Selasa (28/9/2021).
Secara spesifik, menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, saatrapat dengan Komisi IX DPR, 13 September 2021, vaksin dosis ketiga berbayar akan mulai diadakan pada 2022.
Budi menyebut nantinya masyarakat akan dengan mudah mengakses vaksin berbayar tersebut,selayaknya membeli obat di apotek.
"Orang-orang bisa memilih vaksinnya apa, sama seperti beli obat di apotek. Jadi ini akan kita buka pasarnya agar masyarakat bisa memilih membeli vaksin booster apa," kata Budi, seperti dilansir Kompas.com, Senin (13/9/2021).
Hanya saja,Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman kembali menekankan bahwa vaksin booster, baik gratis maupun berbayar, harus memerhatikan cakupan vaksin.
Dicky menegaskan bahwa cakupan vaksin yang merata menjadi syarat mutlak bagi pemerintah untuk mulai menjalankan vaksinbooster.
"Menurut saya booster ini bisa diberikan setidaknya setelah 60 persen, atau 50 plus lah. Kalau kurang dari itu, kita masih punya tanggung jawab besar untuk melindungi," kata Dicky, seperti dilansirkompas.com,Selasa (28/9/2021).
Lalu, jika memang sampai tersedia, benarkah semua lapisan masyarakat berhak untuk memperoleh vaksin ketiga?
Faktanya, meski sudah berani merekomendasikan vaksin ketiga untuk non-nakes, para penasihat vaksin WHO, seperti dilansirMedical Xpress, Senin (12/10/2021),masih membatasinya hanya untuk orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Kelompok lain yang mendapat rekomendasi pakar WHO untuk bisa mengakses vaksin booster adalahorang berusia di atas 60 tahun yang diimunisasi penuh dengan vaksin Sinovac dan Sinopharm China.