Advertorial
Intisari-online.com - Indonesia sejauh ini memang memiliki sikap yang netral, dan tidak berpihak pada negara besar manapun.
Hal ini terbukti dari sikap Indonesia yang tidak memberikan dukungan Amerika maupun China.
Meski demikian ada sebuah negara yang blak-blakan tunjukkan sikap Anti-Indonesia.
Sikapnya tersebut ditunjukkan bukan karena keberpihakan atau kecenderungan pada negara besar.
Tetapi perkara di dalam tubuh Indonesia inilah yang menjadi pemicu, negara ini memiliki sikap Anti-Indonesia.
Menurut Kompas.com, negara tersebut adalah Vanuatu, sebuah negara kecil di Pasific Selatan.
Vanuatu tak pernah menyerah menyudutkan Indonesia di berbagai forum internasional.
Baik dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau dalam forus khusus HAM di PBB.
Sikapnya tersebut disebabkan tuduhan Vanuatu pada Indonesia yang melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua.
Tak terhitung berapa kali Vanuatu melayangkan tuduhan ini ke Indonesia, sampai menyebutnya Indonesia sebagai negara penjajah.
Sejak 1970, Vanuatu bahkan melihat Indonesia sebagai ancaman.
Bahkan meski hampir sebagian besar negara Pasifik tidak memiliki sikap agresif pada Indonesia, Vanuatu justru menjadi negara di Pasifik yang tidak berhenti memprovokasi dunia, dan menuduh Indonesia.
Vanuatu menunjukkan diri sebagai penyambung aspirasi masyarakat papua, tanpa melihat gerakan sparatis Papua.
Sampai melupakan berbagai upaya yang dilakukan Indonesia untuk menjalin hubungan diplomatik di sejumlah negara di Pasifik Selatan.
Pada 25 Mei 1984, Indonesia mulai melakukan pengembangan hubungan diplomatik ke beberapa negara Pasifik Selatan, Fiji (1974), Papua Nugini (1975), dan Samoa Barat (1980).
Tindakan Indonesia membangun hubungan diplomatik dimulai tahun 80-an, untuk meminimalisasi kecaman negara di kawasan itu.
Namun, Vanuatu berkali-kali menunjukkan sikap Anti-Indonesia, dan menyerukan negara Papua Merdeka.
Ini disebabkan untuk kawasan Timur, kawasan ini terbagi menjadi tiga wilayah budaya, Melanesia, Polinesia, dan Mirkonesia.
Untuk kawasan Melanesia, secara etnologi memiliki kesamaan dengan penduduk Indonesia Timur, khususnya Papua.
Dalam waktu tertentu berkembang menjadi kawasan Pasifik Selatan.
Awalnya negara-negara tersebut sempat menyuarakan gerakan persaudaraan Melanesia, dan mengangkat isu soal Papua.
Namun kenyataan aslinya, bagaimanapun Papua tetaplah Papua yang berada di bawah naungan Indonesia.
Ini tercermin dalam proses integran Papua dalam Konferensi Meja Bundar dengan Belanda.
Belanda tidak menyebut secara etnologis, orang Irian termasuk Indonesia.
Namun, nyatanya dalam Perjanjian Linggarjati, Indonesia berhak memiliki semua wilayah bekas jajahan Belanda, termasuk Papua.
Dengan kata lain, Papua pun demikian, walaupun termasuk dalam rumpun Melanesia, mereka tidak bisa terpisahkan dari Indonesia, karena memiliki persamaan historis yang sama.
Namun, hal inilah yang sedikit diketahui oleh Vanuatu, yang menjadikan tinjauan etnologis sebagai alasan Papua harus merdeka.