Advertorial

Disebut-sebut Bertanggung Jawab Atas Peristiwa G30S/PKI, DN Aidit Merasa Hanyalah ‘Anak Bawang’, Inilah Dedengkot PKI yang Pernah Bertemu dengan Stalin di Moskow

K. Tatik Wardayati

Editor

Intisari-Online.com – Mengenang peristiwa G30S/PKI yang terjadi 56 tahun yang lalu, maka tak lepas pula dari tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya.

Salah satu yang pantas disebut namanya adalah Dipa Nusantara Aidit yang biasa dikenal dengan sebutan DN Aidit.

Mendengar namanya, tak salah kalau pikiran kita langsung tertuju pada pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Meski hingga sekarang tak ada yang tahu bagaimana kematian menyambut Aidit, bahkan di mana jenazahnya pun tidak diketahui.

Baca Juga: Jadi Tameng Ayahnya Saat Peristiwa G30S/PKI, Kalimat Memilukan Ini Meluncur dari Mulut Pahlawan Kecil Ade Irma Suryani, Tepat Sebelum Menghembuskan Napas Terakhir

Awal tumbuhnya organisasi PKI di tanah air berasal dari seorang sosialis asal Belanda, Henk Sneevliet.

Di Indonesia dia mendirikan sebuah partai bernama Indische Sociaal Democratische Vereenging (ISDV) yang merupakan cikal-bakal PKI.

ISDV kemudian berganti nama menjadi PKI setelah Indonesia merdeka.

Organisasi ini lambat laun semakin membesar dengan ratusan ribu pendukung hingga dinobatkan sebagai partai komunis non-penguasa terbesar di dunia setelah Rusia dan China, tentunya.

Baca Juga: Disebut Sebagai Dalang Peristiwa G30S/PKI, Siapakah Sosok Letkol Untung Sebenarnya, yang Pernah Terima Bintang Jasa dan Karier Militernya Melesat Baik Ini?

Mengapa partai ini banyak pendukungnya?

Massa PKI yang semakin banyak karena rakyat Indonesia (saat itu) menilai bahwa ideologi komunislah yang cocok dengan keadaan mereka.

Menukil dari Kompas.com, Intisari dan Tribunnews, Rabu (11/9/2019), menjadikan DN Aidit sebagai tokoh partai Palu Arit Indonesia yang paling dikenal.

Ketika itu DN Aidit dianggap yang paling bertanggung jawab atas peristiwa berdarah G30S PKI, tak mungkin jika ia mengaku tidak tahu menahu mengenai peristiwa tersebut.

Tetapi siapa yang menyangka jika Aidit bakal jadi ‘anak bawang’ bila bertemu dengan dua pentolan PKI ini.

Adalah Muso Manowar atau Munawar Muso alias Musso dan Alimin bin Prawirodirdjo.

Para pemimpin PKI pada 25 Desember 1925 mengadakan pertemuan kilat di daerah Prambanan, Klaten, Jawa Tengah.

Apa yang mereka bahas adalah sebuah aksi pemogokan hingga angkat senjata yang bakal dilakukan oleh kaum tani serta buruh.

Maksudnya adalah melancarkan aksi pemberontakan di seluruh nusantara atas pendudukan Belanda.

Baca Juga: Jadi Saksi Bisu Pembantaian G30S, Inilah Rumah Jenderal Ahmad Yani yang Disulap Jadi Museum, Ada Ruangan yang Dilarang untuk Difoto, Alasannya?

Seharusnya, rencana itu disampaikan kepada wakil Komunis Internasional (Komintern) yang berada di Singapura.

Untuk tujuan tersebut, PKI mengirim Alimin dan Musso ke Singapura.

Menindaklanjuti rencana pemberontakan tersebut, Komintern di Singapura pun memberangkatkan keduanya ke Moskow, Uni Soviet.

Musso dan Alimin rupanya langsung dihadapkan kepada pemimpin besar Komunis, yaitu Stalin ketika di Moskow.

Mereka berdua rupanya mendapat mandat dari Stalin agar rencana pemberontakan dibatalkan dulu saja, serta mengubah cara kerja PKI menjadi bawah tanah dengan menyebarkan propaganda kepada Belanda.

Namun, sekembalinya ke tanah air Musso nekat, ia melancarkan pemberontakan kepada Belanda di Batavia dan Sumatera Barat.

Sayangnya karena persiapan kurang matang, pemberontakan tersebut langsung ditumpas dan Belanda melarang adanya PKI lagi di Nusantara.

Bahkan, Musso dan Alimin pun ditangkap Belanda dan dipenjara.

Sekeluarnya dari penjara, Musso pergi ke Moskow pada tahun 1935 walaupun sempat kembali ke tanah air, tapi diusir dan kembali lagi ke Uni Soviet pada tahun 1936.

Baca Juga: Pernah Menjadi Ajudan Jenderal Soedirman, Inilah Letjen R Suprapto, Salah Satu Pahlawan Revolusi Korban Tragedi G30S PKI

Hingga kemudian pada 11 Agustus 1948, Musso kembali ke Indonesia lewat Yogyakarta.

Rupanya tak jera, Musso kembali ke tanah air untuk melakukan pemberontakan lagi dengan para militan PKI di Madiun pada 18 September 1948.

Dari pemberontakan PKI Madiun itu rupanya dia menginginkan terbentuknya Republik Soviet Indonesia.

Tentu saja, aksinya itu langsung mendapat respons keras dari militer.

Tanpa menunggu waktu lama, Pasukan TNI Divisi Siliwangi segera memberangus pemberontakan tersebut.

Pemberontakan kedua Musso ini akhirnya gagal.

Satu peleton tentara Siliwangi di Pacitan mengepung Musso.

Ajal pun menjemputnya kala timah panas TNI diberondongkan padanya kala bersembunyi di kamar mandi pemandian umum.

Setelah tewas ditembak, mayat Musso dibawa ke RS Ponorogo untuk diawetkan, dan akhirnya dibakar secara diam-diam. (Seto Aji/Sosok.ID)

Baca Juga: Detik-detik Peristiwa G30S PKI Mohammad Hatta Dicoret dari Daftar Target, Akhirnya 7 Jenderal yang Jadi Sasaran

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait