Intisari-Online.com -Dipa Nusantara Aidit atau lebih dikenal dengan DN Aidit adalah tokoh PKI yang diburu untuk bertanggungjawab atas peristiwa G30S/PKI.
Semenjak itu, tak hanya DN Aidit yang diburu namun keluarganya pun tak luput dari sorotan masyarakat.
Dikutip Tribun Jambi dari buku 'Aidit: dua wajah Dipa Nusantara', seri buku Tempo: Orang Kiri Indonesia, berikut sekilas kisah keluarga DN Aidit setelah peristiwa G30S/PKI.
1. Ayahanda DN Aidit
Ayahanda DN Aidit, Abdullah sedang menginap di kediaman sang anak ketika malam 30 September 1965.
Sang ayah melihat DN Aidit dibawa pergi tiga tentara bersama pengawal pribadi bernama Kusno dan massa berteriak-teriak saat mendatangi rumah DN Aidit.
Kejadian tersebut berlangsung ketika ditemukannya lima jenazah jenderal di Lubang Buaya.
Putra bungsu Abdullah Aidit, Murad Aidit menyebut jika sang ayah terbang ke Belitung kemudian dan menetap disana.
3 tahun setelahnya, sang ayah sakit dan meninggal dunia saat rumah kosong karena sang istri, menginap di rumah saudaranya.
Tetangga tak tahu jika Abdullah telah meninggal dunia karena jarang ke rumah tersebut, takut terkena getah peristiwa G30S/PKI.
Jenazah Abdullah baru diketahui setelah tiga hari.
2. Adik DN Aidit
Adik DN Aidit, Basri Aidit yang saat itu bekerja di Kantor Central Comittee PKI di Kramat, Jakarta Pusat ketika peristiwa 30 September 1965 terjadi.
Sehari setelah kejadian itu, Basri ditangkap dan ditahan di penjara Kramat.
Pada tahun 1969 dia kemudian dibuang ke Pulau Buru dan baru keluar dari pulau itu di tahun 1980.
Selanjutnya, dia membeli rumah di kawasan Bogor, Jawa Barat berkat bantuan keluarganya di Belitung.
Di Bogor, dia berkebun seraya mengajarkan bahasa Inggris untuk anak tetangga.
3. Istri DN Aidit
Soetanti sedang tak akur dengan suaminya ketika malam 30 September 1965.
Tanti ketika itu bersikeras agar Aidit tetap di rumah dan tak mengikuti kemauan para penjemputnya namun, Aidit tetap meninggalkan rumah.
Tiga hari setelahnya, Tanti memilih meninggalkan rumah dan tiga anak lakinya untuk menyusul suami ke Boyolali dan bertemu Bupati Boyolali yang merupakan tokoh PKI.
Keduanya berangkat ke Jakarta dengan cara menyamar sebagai suami istri serta mengambil dua bocah sebagai anak angkat.
Awal sandiwara mereka ini berhasil namun kemudian tetangga mulai curiga karena sikap anak angkat yang tak pernah manja ke orang tuanya. Hingga mereka akhirnya ditangkap.
Baca Juga: Tak Lama Setelah BPUPKI Dibubarkan, Apa Tujuan Dibentuknya PPKI?
Tanti harus pidah penjara dari satu penjara ke penjara lainnya sampai tahun 1980, diantaranya tahanan Kodim 66 dan Penjara Bukit Duri.
Lepas dari masa hukuman, Tanti membuka praktek sebagai dokter.
Dia sempat mengalami sakit-sakitan dan meninggal dunia tahun 1991.
4. Anak DN Aidit
Ilham Aidit, anak DN Aidit berkisah ketika peristiwa 30 September itu ia berusia 6,5 tahun.
Kala itu ia mengetahui sebuah tulisan di dinding besar bertuliskan 'Gantung Aidit' seakan-akan sudah tahu jika kehidupannya ke depan akan sulit.
Mengetahui tulisan yang menyebut nama ayahnya, Ilham kecil langsung gemetar tubuhnya, dan meyakinkan bahwa dirinya akan menjadi musuh negara.
Namun takdir berkata lain sebab ternyata masih ada orang yang mau mengangkatnya sebagai anak.
Ketika ia menempuh pendidikan SMP, banyak teman yang mengejek dirinya pakai kata 'Aidit gantung.'
Alhasil dirinya marah dan kerap berkelahi.
Hingga kemudian, ia dipanggil oleh seorang Pastur di sekolahnya.
Pastur itu tahu latar belakang Ilham dan cerita masa lalunya dan kemudian menasehati banyak hal padanya.
Ilham mengaku berupaya keras untuk mengubur nama Aidit yang berada di belakangnya.
Bahkan acapkali ia akan menulis nama, ia selalu berhenti lama untuk ingin menuliskan nama Aidit di belakangnya, tetapi hal tersebut selalu diurungkannya dan selalu berusaha menutup serapat-rapatnya.
Setelah 44 tahun akhirnya pada tahun 2003, ia mulai bisa menuliskan nama lengkap dirinya yakni Ilham Aidit setelah dirinya bergabung dalam Forum Silaturahmi Anak Bangsa.