Intisari-Online.com -Beberapa waktu lalu, Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri mengatakan bahwa ada enam kapal China di Laut Natuna, yang dibuktikan dengan rekaman video yang diambil oleh nelayan saat berpapasan dengan kapal China pada koordinat 6.17237 lintang utara dan 109.01578 bujur timur.
Hendri mengatakan, “Dalam video itu terlihat enam kapal China berada di ZEE Indonesia.”
Hendri mengatakan, kapal yang paling jelas terekam di video nelayan Natuna, yakni kapal China Destroyer Kunming-172.
“Gara-gara ini, nelayan Natuna merasa ketakutan dan cemas, karena bisa saja hal-hal yang tidak diinginkan bisa terjadi,” kata Hendri.
Hendri berharap agar ada perhatian keamanan dari pemerintah, karena keberadaan kapal-kapal China di Laut Natuna membuat situasi menjadi tidak aman.
“Yang jelas, aktivitas penangkapan ikan menjadi tidak nyaman dan tidak aman,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Panglima Komando Armada (Pangkoarmada) 1 Laksamana Muda TNI Arsyad Abdullah memberikan penjelasan kepada awak media, Kamis (16/9/2021) dan mengatakan untuk tidak khawatir dengan hal tersebut.
Arsyad mengatakan, nelayan Indonesia tidak perlu khawatir saat memancing dan berlayar di dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Arsyad dalam rekaman suara yang diterima Kompas.com, Kamis, mengatakan, "Di wilayah klaim ZEE ini, nelayan Indonesia boleh saja, karena ini merupakan hak berdaulat kita. Jadi, kita punya hak untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi."
Terkait keberadaan kapal asing di sekitar Natuna, menurut Arsyad, hal itu adalah sesuatu yang wajar dan biasa terjadi.
Kapal asing yang sekadar melintas disebut dengan lintas damai.
Arsyad mengatakan, "Untuk melaksanakan lintas damai, semua negara punya hak di sini. Jadi bisa saja nanti di sini kita menjumpai ada kapal perang asing, ada kapal pemerintah asing, ya itu sah-sah saja, selama dia melaksanakan lintas damai."
Bahkan, menurut Arsyad, tidak masalah sekalipun kapal asing melintas di landas kontinen.
Menurutnya, yang terpenting kapal-kapal asing itu tidak masuk tanpa izin ke dalam batas teritorial 12 mil dari garis pantai.
"Sampai sejauh ini, kapal perang asing Amerika, China, kita selalu deteksi. Namun dia hanya melintas. Jadi melintasi landas kontinen, ada yang menuju Singapura, atau dari Singapura menuju timur laut, dan dalam semigggu kadang ada, kadang tidak ada. Ini merupakan perairan internasional," ujar Arsyad.
Selain masalah kapal-kapal China yang melintasi Laut Natuna, beredar pula berita sekelompok peretas dari China dikabarkan telah berhasil membobol sistem jaringan internal milik sepuluh kementerian dan lembaga negara Indonesia, termasuk milik BIN.
Hal itu mencuat berdasarkan laporan terbaru dari sekelompok peneliti keamanan internet milik media internasional TheRecord, Insikt Group.
Berdasarkan laporan tersebut, peneliti mendeteksi bahwa aksi pembobolan tersebut ada hubungannya dengan Mustang Panda.
Mustang Panda sendiri konon dikenal sebagai kelompok peretas asal China yang biasa melakukan aktivitas mata-mata di dunia maya dengan target operasi di wilayah Asia Tenggara.
Menanggapi kabar tersebut, Badan Intelijen Negara (BIN) membantah servernya mengalami peretasan yang dilakukan hacker asal China.
Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto memastikan bahwa server BIN saat ini dalam kondisi aman.
"Hingga saat ini server BIN masih dalam kondisi aman terkendali dan tidak terjadi hack sebagaimana isu yang beredar bahwa server BIN diretas hacker asal China," ujar Wawan, dalam keterangan tertulis, Selasa (14/9/2021).
Wawan menjelaskan, selama ini BIN selalu melakukan pengecekan secara berkala terhadap sistem yang berjalan, termasuk server.
Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa server tersebut tetap berfungsi sebagaimana mestinya.
Ia juga mengatakan, serangan serangan yang mengarah ke BIN merupakan hal wajar.
"Serangan siber terhadap BIN adalah hal yang wajar, mengingat BIN terus bekerja untuk menjaga kedaulatan NKRI dan mengamankan kepentingan nasional rakyat Indonesia," kata Wawan.
Ia menambahkan, BIN bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Komenterian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) serta lembaga pemerintah lainnya untuk memastikan jaringan BIN aman dan bebas dari peretasan.