Intisari-Online.com - Konflik Laut China Selatan menjadi perbincangan hangat dalam beberapa bulan terakhir.
Ini karena konflikLaut China Selatan bisa saja berakhir menjadi perang antara negara.
Diketahui, China mengklaim 90% wilayah Laut China Selatan, perairan termahal di dunia.
Tentu saja klaim China itu ditolak oleh sejumlah negara.
Khususnya negara-negara Asia Tenggara seperti Filipina, Vietnam, dan Malaysia yang begitu bergantung pada wilayah itu.
Namun bukannya mundur, China malah memanggil pasukan militernya untuk melawan.
Bahkan meminta militer China menembak siapapun negara yang mau masuk ke wilayahnya.
Hal itu lantas membuat konflik memanas.
Amerika Serikat (AS) yang memang bermusuhan dengan China, langsung turun untuk membantu sekutunya di Asia.
Inggris, Prancis, Jepang, dan sejumlah negara lainnya juga mengirim kapal militernya untuk jaga-jaga jika China menyerang.
Situasi panas itu telah berlangsung lebih dari setahun.
Dan kini sebuah wilayah lautnya lainnya menjadi medan perang.
Dilansir darisputniknews.com pada Jumat (6/8/2021),Laut Hitam berubah menjadi zona konfrontasi militer yang berbahaya.
Ini karena latihan NATO di wilayah tersebut memicu konflik baru.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Departemen Eropa Keempat Kementerian Luar Negeri Rusia Yuri Pilipson.
"Sayangnya, kita harus mengakui bahwa Laut Hitam berubah dari wilayah damai dan bertetangga baik menjadi zona konfrontasi militer yang berbahaya."
"Sangat jelas bahwa latihan semacam itu memicu konflik alih-alih mencegahnya," kata Pilipson.
Ditanya bagaimana latihan Sea Breeze-2021 mempengaruhi keamanan di wilayah Laut Hitam, Rusiaakan terus mengambil langkah.
Di mana Rusia akanmemastikan keamanan nasional dengan bantuan instrumen diplomatik dan lainnya, pejabat itu meyakinkan.
"Kami telah berulang kali memperingatkan bahwa eskalasi ketegangan militer-politik langsung di perbatasan kami membawa tuduhan konfrontatif," tambah Pilipson.
Latihan militer Sea Breeze-2021 berlangsung di Laut Hitam dari 28 Juni-10 Juli.
Ukraina, Amerika Serikat (AS), Kanada, Inggris, Belanda, Rumania, Bulgaria, Yunani, Turki, dan Latvia termasuk di antara peserta.
Latihan tersebut melibatkan 40 kapal perang, kapal motor dan kapal bantu, 30 unit peralatan penerbangan dan lebih dari 100 unit kendaraan lapis baja dan kendaraan.