Intisari-Online.com - Hubungan AS dan Korea Utara kian tegang.
Pasa bulan Juni lalu, menteri luar negeri Korea Utara mengatakan bahwa dialog "tidak akan membawa kita ke mana-mana".
Korea Utara mengesampingkan setiap pembicaraan dengan AS.
Sementara negosiasi antara kedua negara telah lama terhenti mengenai sanksi internasional yang dikenakan pada negara bersenjata nuklir dan apa yang harus diserahkan Korea Utara sebagai imbalan atas pencabutannya.
Di tengah hubungan yang tegang, terjadi penyitaan kapal Singapura yang digunakan untuk melakukan pengiriman minyak ke Korea Utara.
"Amerika Serikat telah menyita sebuah kapal tanker minyak milik Singapura yang digunakan untuk melakukan pengiriman minyak ke Korea Utara yang melanggar sanksi internasional," kata Departemen Kehakiman AS, dikutip Aljazeera (31/7/2021).
Kapal M/T Courageous itu berada di Kamboja, setelah pihak berwenang negara tersebut menyitanya.
Pihak berwenang Kamboja sendiri menyita kapal tanker itu pada Maret 2020 berdasarkan surat perintah AS dan telah menahan Courageous di sana sejak itu.
Sementara keputusan perampasan terkait kapal tersebut baru dikeluarkan pada hari Jumat lalu oleh seorang hakim federal New York.
Juga memberi wewenang kepada AS untuk mengambil alih kepemilikinnya.
Namun, pernyataan oleh Departemen Kehakiman tersebut tidak menjelaskan mengapa tuntutan terhadap pemilik kapal belum diajukan.
Meski, sudah lebih dari setahun setelah kapal itu disita.
Pernyataan itu menambahkan bahwa pengadilan federal New York telah memasukkan keputusan perampasan terkait kapal tersebut pada hari Jumat.
Dilaporkan, kapal yang berkapasitas 2.734 ton itu dibeli oleh Kwek Kee Seng berkebangsaan Singapura, yang masih buron.
Pernyataan Departemen Kehakiman mengatakan kapal itu dilaporkan digunakan untuk mentransfer produk minyak ke kapal Korea Utara dan untuk melakukan pengiriman langsung ke pelabuhan Nampo Korea Utara.
Atas kejadian itu, pemilik dan operator dari kapal tanker minyak itu mendapat tuduhan telah berkonspirasi.
"Tuduhan pidana konspirasi untuk menghindari sanksi ekonomi terhadap DPRK dan konspirasi pencucian uang sedang menunggu tersangka pemilik dan operator dari Courageous, Kwek Kee Seng, seorang warga negara Singapura yang masih buron," katanya, menggunakan akronim nama resmi Korea Utara, Republik Rakyat Demokratik Korea.
Seperti banyak diketahui, Korea Utara adalah subyek PBB dan sanksi internasional lainnya untuk senjata nuklir dan program rudal balistiknya.
Sanksi tersebut membatasi impor minyak dan barang-barang lainnya.
Pernyataan Departemen Kehakiman menuduh bahwa selama periode empat bulan antara Agustus dan Desember 2019, M/T Courageous secara ilegal berhenti mengirimkan informasi lokasinya.
Sementara itu, selama waktu itu citra satelit menunjukkan bahwa mereka mentransfer minyak senilai lebih dari $1,5 juta ke kapal Korea Utara, Saebyol.
Pernyataan itu juga mengatakan bahwa pembayaran untuk membeli Courageous dan minyak dilakukan dengan menggunakan dolar AS melalui bank-bank AS tanpa disadari, yang melanggar hukum AS dan resolusi PBB.
“Kwek dan rekan-rekan konspiratornya di luar negeri berusaha menyembunyikan transaksi penghindaran sanksi ini dengan, antara lain, menggunakan perusahaan depan untuk menyamarkan sifat transaksi,” katanya.
Namun, tidak disebutkan secara jelas siapa saja rekan konspirator Kwek.
(*)