Intisari-Online.com – Seorang ibu tiba-tiba pingsan dan terlihat sesak napas setelah seminggu dinyatakan sembuh dari terpaparnya Covid-19.
Hasil PCR menyatakan negatif, namun tes laboratorium tertera angka D-dimer yang tinggi, sekitar 3600-an.
Seperti melansir dari kompas.com, Dahlan Iskan, mantan menteri BUMN, juga menyebut istilah D-dimer dalaam blog pribadinya, yang menyebutkan bahwa saat terkena Covid-19, unsur D-dimer di darahnya 2.600.
Sementara, angka normal, atau maksimum D-dimer adalah 500.
Dahlan juga menyebutkan seorang pasien Covid-19 di Semarang meninggal dunia setelah 10 hari dinyatakan Covid-nya negatif.
Saat dinyatakan negatif dari Covid-19, D-dimer pasien tersebut di angka 6.000.
Keesokan harinya, pasien tersebut sulit bernapas dan harus dimasukkan ke ICU non-Covid sampai harus dipasangi ventilator.
Apa itu D-Dimer dan apa artinya bila angka tersebut tinggi?
Jeffrey Laurence, profesor kedokteran di Divisi Hermatologi dan Onkologi Medis, Weill Cornell Medicine, menulis sebuah makalah di Translational Research tentang pembekuan darah yang tidak normal pada kasus Covid-19 yang parah.
Makalahnya yang terbit pada April 2020 lalu, menyebutkan bahwa beberapa pasien Covid-19 di ICU mengalami pembekuan darah,
Dalam makalah yang terbit pada April 2020 lalu ini, dikatakan bahwa beberapa pasien Covid-19 di ICU mengalami pembekuan darah, termasuk pembekuan darah kecil, trombosis venda di kaki, pembekuan di paru-paru, dan pembekuan darah penyebab stroke di arteri serebral.
Kondisi tersebut tetap terjadi meski pasien Covid-19 telah mendapatkan perawatan intensif dan diberi obat pengencer darah untuk mencegah pembekuan darah.
Dilansir dari Weill Cornell Medicine, Laurence dan rekan-rekannya mengatakan, mereka tidak tahu persis pada tingkat keparahan kasus seperti apa yang menyebabkan pembekuan darah.
“Kami pertama kali menyadari pentingnya masalah pembekuan darah ketika seorang pasien di ICU mengalami ruam yang tidak biasa. Biopsi kulitnya menunjukkan ada banyak gumpalan di pembuluh darah kecil,” ujar Laurence.
Sulit diketahui apakah pembekuan darah menjadi penyebab kematian yang signifikan pada kasus Covid-19 yang parah.
Laurence pun mengatakan, penyebab kematian pasien Covid-19 yang paling sering adalah kegagalan pernapasan dan dapat dipicu oleh pneumonia.
Untuk mendeteksi pembekuan darah, bisa menggunakan tes D-dimer.
Melalui tes ini, dokter akan memeriksa tingkat D-dimer dalam darah.
Tingkat D-dimer inilah yang akan menjadi petanda, apakah pasien mengalami pembekuan darah yang serius.
Apa itu D-dimer?
Melansir dari kompas.com, dokter spesialis penyakit dalam, dr. Andi Khomeini Takdir Haruni, Sp.PD-KPsi, mengatakan bahwa tubuh manusia memiliki fragmen protein yang mendorong pembekuan darah.
Dalam kondisi tertentu, termasuk pada Covid-19, pasien mengalami hiperkoagulabilitas sehingga darahnya lebih mudah menggumpal.
“Tidak otomatis semua pasien begitu, tapi (pasien Covid-19) potensial mengalami penggumpalan darah,” ujar dr. Koko kepada Kompas.com, Senin, 8 Februari 2021.
Menurut Koko, panggilan dr. Andi Khomeini, D-dimer merupakan tanda potensial terjadinya penggumpalan darah.
Seseorang akan lebih rentan mengalami penggumpalan darah, bila semakin tinggi angka D-dimernya.
Nilai D-dimer yang normal pada tubuh manusia seharusnya berada di bawah angka 0,5 miligram per liter.
Koko menyarankan agar pasien Covid-19 dipantau apakah darahnya potensial mengalami penggumpalan atau tidak.
Jika penggumpalan darah terjadi, maka risiko penyakit kardiovaskuler seperti serangan stroke dan serangan jantung pun meningkat.
“Ketika seseorang mengalami pengentalan darah yang tidak diantisipasi, bisa disusul dengan penggumpalan darah yang membentuk thrombus atau emboli,” jelas dr. Koko.
Pembekuan darah dan Covid-19
Menurut Koko, penerapan pola hidup sehat sangat berperan dalam hal ini, termasuk mengadopsi pola makan bergizi dan seimbang, olahraga rutin, dan tidak merokok.
“Pada pasien yang dirawat dan ditemukan angka D-dimer tinggi, dokter akan melakukan evaluasi berkala dan juga memberikan obat untuk mengatasi kondisi hiperkoagulabilitas,” ujarnya.
Melansir Medical News Today, meskipun belum diketahui secara pasti bagaimana virus SARS-CoV-2 menyebabkan kematian, laporan klinis menunjukkan bahwa orang dengan Covid-19 parah mengembangkan pnemonia, sindrom gangguan pernapasan akut dan kegagalan banyak organ.
Usia dan kondisi media yang mendasari, menjadi faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena Covid-19 parah.
Dalam jurnal Radiology, para ahli menyoroti sebagian besar dari penderita Covid-19 parah menunjukkan tanda-tanda pembekuan darah yang dapat menimbulkan komplikasi yang mengancam nyawa.
Pembekuan darah merupakan mekanisme alami sebagai respons tubuh terhadap cedera.
Tapi, saat gumpalan terbentuk dalam pembuluh darah, ini dapat membatasi aliran darah.
Kejadian tersebut dikenal sebagai trombus, yang dapat menyebabkan keadaan darurat medis yang parah.
Apabila trombus terlepas dan menyebar ke bagian tubuh lain, disebut sebagai embolus.
Emboli yang mencapai paru-paru, otak, atau jantung, dapat mengancam jiwa.
Trombi dan emboli menjadi masalah pada orang dengan Covid-19, karena virus corona dapat menginfeksi sel di paru-paru.
Dalam kasus yang parah, ini dapat menyebabkan peradangan di paru-paru dan sesak napas.
"Dari analisis semua data medis, laboratorium, dan pencitraan yang tersedia saat ini tentang Covid-19, menjadi jelas bahwa gejala dan tes diagnostik tidak dapat dijelaskan hanya dengan gangguan ventilasi paru," ujar Profesor Edwin van Beek dari Queens Medical Research Institute di Universitas Edinburgh di Inggris.
Lebih lanjut, disebutkan bahwa infeksi virus dapat mengaktifkan jalur pembekuan darah.
Para ahli percaya, proses ini berkembang sebagai mekanisme untuk membatasi penyebaran infeksi virus.
Dalam penelitian pembekuan darah pada seseorang, para tenaga kesehatan sering mengukur jumlah kompleks protein, yang disebut D-dimer, dalam darah.
Melansir Healthline, tes darah D-dimer membantu mendiagnosis adanya emboli paru.
Adapun kadar D-dimer yang tinggi dalam darah menjadi indikasi trombisis dan emboli.
"Ada hubungan yang kuat antara tingkat D-dimer, perkembangan penyakit, dan fitur CT dada yang menunjukkan trombosis vena," ujar van Beek.
Hasil D-dimer
Lalu, jika hasil tes darah D-dimer berada pada kisaran normal atau negatif dan seseorang tidak memiliki banyak faktor risiko, kemungkinannya tidak mengalami emboli paru.
Namun, jika hasil D-dimer menunjukkan angka yang tinggi atau positif, ini menandakan adanya pembentukan gumpalan yang signifikan dan degradasi yang terjadi di tubuh.
Hasil D-dimer positif tidak menunjukkan lokasi keberadaan gumpalan di tubuh. Sehingga, diperlukan tes lebih lanjut untuk mendapatkan informasi tersebut.
Selain itu, terdapat faktor lain yang dapat menyebabkan hasil D-dimer tinggi, termasuk: operasi atau trauma, serangan jantung, infeksi, penyakit hati, kehamilan.
Bukti emboli paru
Sebuah penelitian yang ditulis tim dari Centre Hospitalier Universitaire de Besancon di Perancis melaporkan, sebanyak 23 dari 100 pasien di rumah sakit dengan Covid-19 parah memiliki tanda-tanda emboli paru, yaitu gumpalan darah yang telah menyebar ke paru-paru.
Para pasien tersebut lebih mungkin berada di unit perawatan kritis dan memerlukan ventilasi mekanis, dibandingkan orang yang tidak memiliki emboli paru.
Penemuan ini didukung oleh studi yang dilakukan tim peneliti lain dari Hopitaux Universitaires de Strasbourg di Perancis.
Diungkapkan, sebanyak 30 persen dari 106 pasien di rumah sakit dengan Covid-19 parah menunjukkan tanda-tanda pembekuan darah di paru-parunya.
"Tingkat (emboli paru) ini lebih tinggi daripada yang biasanya ditemui pada pasien sakit kritis tanpa infeksi Covid-19 (sebesar 1,3 persen) atau pada pasien gawat darurat (3–10 persen)," ujar peneliti tersebut.
Tim Strasbourg juga menemukan, orang-orang tersebut juga memiliki tingkat D-dimer yang lebih tinggi dalam darahnya dibandingkan orang yang tidak memiliki emboli paru.
Prof. van Beek menjelaskan, sudah ada bukti adanya hubungan antara tingkat D-dimer yang tinggi dan hasil yang buruk untuk pasien dengan Covid-19.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, para peneliti merekomendasikan untuk mengukur kadar D-dimer, memantau tanda-tanda emboli atau trombosis, dan inisiasi awal terapi antikoagulasi untuk menghindari pembekuan darah. Baca Juga: Pantas Saja Semudah Ini Menyebar Sampai Sulit Dihentikan, Terkuak Ternyata Begini Covid-19 Varian Delta Begitu Mudah Menyebar ke Seluruh Dunia
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari