Intisari-Online.com -Pandemi virus corona sudah berlangsung selama lebih dari setahun dan kasus Covid-19 masih terus bertambah.
Namun, di tengah krisis Covid-19, masih banyak orang yang menganggap pandemi Covid-19 hanyalah konspirasi atau rekayasa.
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim), Martina Yulianti meluapkan kekesalannya kepada orang, kelompok atau siapa pun yang masih menganggap pandemi Covid-19 hanyalah konspirasi atau rekayasa belaka.
Martina pun mengunggah status pada laman Facebook miliknya. Dalam unggahannya, Martina menantang setiap orang yang tak percaya Covid-19 untuk magang di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit dan ruang jenazah Covid-19, Minggu (18/7/2021).
Lewat unggahan itu, perempuan yang juga menjabat Plt Direktur RSUD Aji Muhammad Parikesit itu, ingin memberi pelajaran ke orang-orang yang tak percaya Covid-19, menyaksikan langsung kondisi pasien terjangkit Covid-19 dan susah payah para tenaga kesehatan memberi pelayanan.
"Jikalau ada yg masih memandang hal ini sesuatu yg dibuat-buat direkayasa, mengandung modus…saya tantang kamu untuk magang 1 hari di UGD Covid, 1 hari di ruang jenazah," tulis Martina, yang juga menjabat Kepala Dinas Kesehatan Kutai Kartanegara ini.
Martina menuturkan, ia sering kali menemui orang percaya dengan informasi hoaks seputar Covid-19 dan menyebarluaskan tanpa verifikasi.
Teori konspirasi yang banyak beredar luas di media massa justru membuat sebagian besar masyarakat mempercayai teori tersebut dan mengabaikan virus corona yang memang benar-benar ada.
Berikut ini adalah beberapa teori konspirasi yang hadir selama lebih dari setahun pandemi Covid-19 di Indonesia:
1. Kebocoran laboratorium biologi
2. Teknologi 5G transmisikan virus corona
3. Penanaman micorchip vaksin
4. Teori konspirasi dari pemerintah
5. Klaim aliansi dokter dunia
6. Plandemic, Judy Mikovits
Lantas, mengapa banyak orang percaya teori konspirasi? Berikut penjelasannya jika ditilik dari kacamata psikologi:
Dilansir Kompas.com dari Verywell Mind,teori konspirasi adalah keyakinan terdapat kelompok tertentu yang merencanakan dan menjalankan suatu niat jahat secara rahasia.
Para ahli psikologi menduga, banyak orang bisa percaya teori konspirasi karena alasan psikologis. Hal itu tak lepas dari proses evolusi.
Saat Anda merasa tak berdaya dan terkucilkan, percaya ada kekuatan yang berkomplot untuk melawan minat atau kepentingan Anda menjadi sesuatu yang menarik.
Dari ketertarikan tersebut, teori bisa mengakar. Setelah itu ada peran bias kognitif dan jalan pintas mental yang mendorong Anda lebih percaya teori konspirasi.
Proses berpikir sejenis juga terjadi saat seseorang percaya paranormal atau peramal.
Berikut penjelasan lebih lanjut bagaimana orang percaya teori konspirasi dari kacamata psikologi.
Para ahli menyebut banyak alasan mengapa seseorang bisa percaya pada teori konspirasi. Beberapa alasan ini dapat digolongkan ke dalam tiga garis besar, yakni:
1. Alasan epistemik
Alasan epistemik mengacu pada keinginan untuk memperoleh kepastian dan pemahaman.
Di tengah kondisi yang membingungkan, kacau, berbahaya, atau penuh ketidakpastian, orang jadi ingin memahami sekaligus terdorong untuk menjelaskan apa yang terjadi.
Dengan percaya teori konspirasi, seseorang jadi bisa membangun pemahaman yang konsisten, stabil, dan jelas akan suatu permasalahan.
Keyakinan atas teori konspirasi ini dapat meningkat saat kasusnya berskala besar.
2.Alasan eksistensial
Menurut studi lain, orang percaya teori konspirasi agar lebih aman dan terkendali.
Saat orang merasa terancam, mendeteksi bahaya dapat meredakan kecemasan.
Menurut penelitian yang memahami motivasi eksistensial ini, ada bukti percaya pada teori konspirasi dapat membantu seseorang merasakan kontrol pada sesuatu.
3.Alasan sosial
Orang dapat termotivasi percaya pada teori konspirasi karena alasan sosial.
Sejumlah ahli menyimpulkan, dengan percaya pada konspirasi yang menggambarkan seseorang atau kelompok sebagai oposisi, mereka jadi merasa lebih baik.
Orang yang percaya teori konspirasi juga merasa mereka adalah "pahlawan" dari suatu cerita. Sedangkan orang yang tidak sependapat adalah "musuh".