‘Semuanya Gratis!’ dari Cantolan Sembako Hingga Peti Mati Gratis, Inilah Kisah-kisah Orang Baik yang Luar Biasa dari Warga di Tengah Pandemi Corona

K. Tatik Wardayati

Penulis

Gusdurian Pare Jawa Timur, membuat peti mati yang menjadi barang wajib saat pandemi corona ini.
Gusdurian Pare Jawa Timur, membuat peti mati yang menjadi barang wajib saat pandemi corona ini.

Intisari-Online.com – Orang baik akan memberikan kebaikannya terus-menerus kepada orang lain tanpa pandang bulu, inilah kisah-kisah mereka di tengah pandemi corona.

Sudah berlangsung hampir dua tahun pandemi Covid-19 di negara kita ini tidak hanya berimbas pada sektor kesehatan.

Tak heran bila seluruh lini kehidupan pun terdampak. Pada akhirnya kesadaran kolektif dan bergotong royong diperlukan untuk menangani pandemi.

Paling tidak mengambil peran sesuai dengan kemampuan masing-masing, seperti yang dilakukan oleh beberapa warga di Kediri, Jawa Timur ini.

Baca Juga: Jadi Idaman Banyak Orang, 50 Juta Vaksin Covid-19 Paling Ampuh di Dunia Ini Bakal Masuk Ke Indonesia, Ini Dia Kandidat Penerimanya

Meski sama-sama berdampak, tetapi mereka bisa menyediakan sayuran gratis untuk warga yang terdampak secara ekonomi, membagikan makanan kepada masyarakat yang sedang isolasi mandiri, mengubah mobil pribadi menjadi ambulans, hingga membuat peti mati untuk warga yang membutuhkan.

Demikianlah, mereka hanyalah orang-orang biasa tetapi mampu mengambil peran yang luar biasa demi kepedulian dengan sesama manusia.

Hal luar biasa inilah yang mereka lakukan:

Baca Juga: Ingat! Hindari Obat-obatan Berikut Ini Jika Anda Sedang Isolasi Mandiri di Rumah Karena Terpapar Covid-19, Bisa Sebabkan Kematian!

Cantolan Sembako

Di awal pandemi, berbagi sayur mayur atau bahan makanan lain dengan cara dibungkus lalu diletakkan atau digantung di tempat yang mudah dijangkau cukup banyak dilakukan masyarakat.

Sayangnya, langkah yang cukup mulia itu kini sudah lumayan jarang ditemukan, padahal itu sangat membantu warga yang benar-benar membutuhkan.

Whempy Christyanto warga yang tinggal di Jalan Yos Sudarso Nomor 22, Desa Tulungrejo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, kini mulai menggalakkannya kembali.

Ia bersama istrinya membungkus sayur, telur, maupun sembako dan menaruhnya pada bangku panjang yang diletakkan di depan rumah.

Ia juga menggantungkan bungkusan itu di pagar rumahnya, jadi warga yang ingin mengambil bungkusan tak berkerumun di satu titik.

Bungkusan itu berisi bahan makanan yang dibeli di pasar.

Tak jarang Whemy juga mengisi bungkusan dengan sayuran yang dipanen dari kebun sendiri.

Hasil kebun itu berupa singkong yang dipadukan dengan bahan lain seperti minyak goreng.

Baca Juga: 'Pandemi Belum Usai,' WHO Kini Peringatkan Munculnya Varian Virus Corona yang Lebih Berbahaya

Memang tidak setiap hari Whempy melakukannya, biasanya dilakukan pada Jumat awal bulan, atau setiap kali ada rezeki yang datang padanya.

"Kalau saya ada rezeki, pasti saya lakukan lagi," ujar Whempy dihubungi Kompas.com, Jumat (16/7/2021).

Cantolan sayur  yang dilakukan oleh orang biasa yang luar biasa saat pandemi corona di Kediri Jawa Timur.
Cantolan sayur yang dilakukan oleh orang biasa yang luar biasa saat pandemi corona di Kediri Jawa Timur.

Pria 40 tahun ini sebenarnya juga korban dari efek pandemi, karena usaha beberapa rumah makan maupun bus pariwisatanya tidak ada yang beroperasi lagi sejak dua tahun lalu.

"Ada tujuh cabang di Jawa dan Bali. Tutup semua. Ini baru bikin hotel Red Doorz sejak Januari kok lumayan bisa bertahan dan ada sisa," ungkap pengusaha rumah makan Karunia Group ini.

Situasi ekonomi saat ini memang susah dan ia turut merasakannya, namun ia mampu bertahan, bahkan menjalankan tanggung jawab sosialnya dengan membantu sesama.

"Situasi ekonomi akibat pandemi yang menyengsarakan masyarakat akar rumput," ujarnya.

Maka, gerakan cantol sayur yang dilakukannya itu memiliki harapan bisa meringankan beban ekonomi warga, terutama kalangan tidak mampu.

"Tujuan kedua agar semakin banyak yang ikut berbagi. Warga yang sudah mapan atau ada kelebihan, bisa turut saling mengisi," jelasnya.

Baca Juga: 'Pandemi Belum Usai,' WHO Kini Peringatkan Munculnya Varian Virus Corona yang Lebih Berbahaya

Mobil Pribadi Angkutan Pasien

Imam Basori, pria usia 38 tahun warga Desa Srikaton, Kecamatan Ringinrejo, Kabupaten Kediri, juga bertindak luar biasa selama pandemi ini.

Ia menggunakan tiga mobil pribadinya dan satu mobil bantuan sebagai angkutan pasien, untuk menjemput pasien Covid-19 atau biasa dari rumah ke rumah sakit dan sebaliknya.

"Kita sudah melakukan protokol kesehatan dan pake APD, gak usah takut melayani," ujar Imam Basori beberapa waktu lalu.

Dengan dibantu sejumlah relawan, Imam mengendarai mobil itu yang beroperasi setiap hari mengantar pasien, bahkan melayani ke seluruh rumah sakit di Jawa Timur.

Dalam operasionalnya, pria yang berprofesi sebagai tukang sablon ini tidak memungut biaya apa pun dari penumpangnya. Baik biaya sewa mobil, bensin hingga ongkos sopir.

"Semuanya gratis," imbuh pria lulusan sarjana pendidikan ini.

Pembiayaan operasional, katanya, mendapatkan sokongan dari warga lainnya yang mendukung kegiatannya, bahkan tak jarang ia juga merogoh kocek dari kantong pribadinya.

Selain pengantaran pasien, Basori mengatakan, cukup sering pula mendapatkan permintaan bantuan makanan dari warga yang tengah isolasi mandiri.

Baca Juga: Bikin Iri Seisi Bumi, Dulu Situasinya Memprihatinkan Dihajar Covid-19, Kini di Wuhan Orang-orang Sudah Bebas Berkerumun, Tak Disangka Begini Situasi Wuhan Sekarang

Beberapa permintaan itu contohnya datang dari warga isoman yang ada di Jalan Kawi maupun warga di Kelurahan Bandar Kidul, Kota Kediri.

"Ada juga paket makanan untuk keluarga yang tengah isoman," ucap Basori, yang baru saja mengantar paket makanan tersebut.

Mobil pribadi yang digunakan untuk mengangkut pasien Covid-19
Mobil pribadi yang digunakan untuk mengangkut pasien Covid-19

Basori mengungkapkan, apa yang dia dan kawan-kawannya lakukan didasari rasa kepedulian terhadap sesama manusia.

Menurutnya, sudah menjadi keharusan manusia saling membantu apalagi di masa yang serba susah ini.

"Karena perbuatannya baik, seseorang disebut baik. Maka jangan bosan jadi orang baik," jelasnya.

Pemulasaraan Jenazah dan Peti Mati Gratis

Jaringan Gusdurian Mojokutho Pare, Kediri, juga melakukan perbuatan mulia di tengah pandemi ini.

Gusdurian yang beranggotakan dari lintas agama dan lintas elemen sosial, selalu mempunyai cara untuk berbuat baik terhadpa sesama.

Mereka membagikan sembako dan menyosialisasikan cara isolasi mandiri yang baik kepada warga positif Covid-19.

Baca Juga: Bisa Ditiru Indonesia Jika Ingin Pendemi Covid-19 Segera Berakhir, Ternyata Begini Cara Jitu China Kendalikan Covid-19 Padahal Negaranya Menjadi yang Pertama Alami Musibah Ini

"Kemarin kita temeni warga yang isoman di daerah Puncu (lereng Gunung Kelud Kabupaten Kediri) dengan membawakan sembako. Supaya mereka tidak merasa sendiri," ujar Antok Beler, pegiat Gusdurian Pare.

Tak hanya itu, Gusdurian Pare juga mempunyai tim pemulasaran jenazah.

Tim yang beranggotakan sekitar lima sampai tujuh orang tersebut mengurus pemakaman jenazah pasien Covid-19.

"Sebelumnya tentu sudah ada pelatihan pemulasaran jenazah terlebih dahulu," ungkap Antok.

Tim mereka turun di masyarakat untuk mengisi kekosongan tim pemulasaraan rumah sakit maupun puskesmas terdekat.

Kokosongan itu biasanya terjadi akibat banyaknya jenazah dalam waktu yang hampir bersamaan, sedangkan tenaga pemulasaraan dari rumah sakit maupun puskesmas tidak mencukupi.

"Jadi supaya jenazah bisa segera dikebumikan," ujarnya. Gusdurian Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, memproduksi peti mati gratis untuk jenazah Covid-19 dari keluarga yang tidak mampu.

Tidak hanya pemulasaraan, komunitas itu juga menyediakan peti mati, yang merupakan barang wajib digunakan untuk mengubur jenazah.

Peti mati itu dibuat sendiri oleh rekan-rekannya dan diberikan kepada warga yang membutuhkan, yang akan diberikan secara gratis bagi warga yang tidak mampu secara ekonomi.

Baca Juga: Vaksinasi Disebut-sebut Sebagai Penyebab Lonjakan Kasus Covid-19 di Indonesia, Kemenkes Langsung Beri Penjelasan

"Untuk warga tidak mampu kami gratiskan. Kalau untuk instansi atau pihak kelurahan, kami memungut biaya untuk peti mati. Itu pun hanya sekadar biaya produksi saja," ucapnya.

Harga peti mati di pasaran berkisar Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta, tetapi pihaknya hanya memungut Rp800.000.

Ia bisa menjual murah karena beberapa bahan juga bantuan dari warga.

Penjualan tersebut, lanjut Antok, sebagai subsidi silang. Uang yang dihasilkan untuk menjamin keberlangsungan pembuatan peti mati selanjutnya.

Produksinya terus dilakukan sebab kebutuhan peti mati tersebut cukup tinggi dan banyak warga tidak mampu yang membutuhkannya.

Antok mengaku tetap bergerak di tengah masyarakat meski pandemi cukup mengkhawatirkan, alasannya adalah rasa kepedulian atas realita yang ada.

"Ya mohon maaf, realitanya sekarang kalau ada orang mati kena Covid-19, kasihan banget gak ada yang mendekat. Makanya harus ada yang peduli, meskipun tetap harus protokol kesehatan. Kepedulian tidak boleh mati." ujarnya.

Tetangga Bantu Tetangga

Peran tetangga menjadi cukup sentra bagi warga yang tengah menjalani isolasi mandiri di rumah.

Baca Juga: Jadi Nomor Satu di Dunia Setelah Kalahkan India? Indonesia Bakal jadi Pusat Baru Pandemi Covid-19 di Asia, 90 Persen Tempat Tidur Rumah Sakit di Jakarta Telah Terisi

Tetangga adalah lingkaran terdekat yang memang seharusnya bisa diandalkan.

Perhatian dari tetangga bisa jadi sokongan moral untuk memperkuat semangat warga yang tengah berjuang melawan sakitnya.

Sri Uminingsih, perempuan yang tinggal di Perumahan Permata Hijau, Kota Kediri, ini salah satu yang mempraktikkannya.

Ia bersama ibu-ibu lain, memberikan bantuan rutin makanan kepada tetangga yagn telah menjalani isoman.

"Sesama tetangga kita harus saling peduli," ujar istri dari ketua RT 44 lingkungan Perumahan Permata Hijau ini. (M Agus Fauzul Hakim)

Baca Juga: Kesenjangan Sosial Makin Tinggi, Jumlah Orang Kaya dan Sangat Kaya Indonesia Terus Menambah di Tengah Pandemi, Bagaimana dengan Warga Miskin?

Artikel Terkait