Intisari-online.com -Suherman dan beberapa rekan tukang kayunya bekerja dari pagi sampai tengah malam sejak pandemi Covid-19 merebak.
Mereka menggergaji kayu, mengampelasnya lalu mengecatnya.
Ketika PPKM Darurat diterapkan guna melawan Covid-19 di Jawa dan Bali, banyak bisnis ditutup karena jutaan pekerja diharuskan bekerja dari rumah (WFH).
Namun tidak bagi usaha peti mati yang dimiliki Suherman di Jakarta ini.
Semakin tinggi angka kematian akibat Covid-19, peti mati makin diperlukan.
"Kami sedang dikejar waktu," ujar Suherman melansir Al Jazeera.
"Orang-orang mengantri untuk peti mati, sehingga kami harus bekerja cepat. Keluarga yang berduka sedang menunggu," tambahnya.
"Sebelum Covid, kami tidak perlu bekerja sekeras ini. Kami bahkan tidak punya target berapa banyak yang kami butuhkan untuk dibuat setiap harinya. Namun kini kami harus memenuhi permintaan."
Di Jakarta, petugas pemakaman juga bekerja 24 jam.
Peti mati yang baru dibuat dimasukkan ke dalam truk dan dikirim ke berbagai RS di Jakarta.
Karena pekerjaan berlebih, Suherman mendapat ekstra Rp 450 ribu setiap bulan dibandingkan sebelum pandemi.
Namun ia tidak menginginkan uang tersebut.
"Saya tidak keberatan pendapatan saya berkurang, saya hanya ingin Covid ini hilang," ujarnya.
"Saya sangat berduka untuk semua keluarga ini."
Sabtu kemarin Indonesia mencatat rekor baru pertambahan kasus harian mencapai 28 ribu kasus Covid-19, hampir 10 ribu kasus baru terjadi di Jakarta.
Kematian karena Covid-19 di Indonesia telah melewati angka 60 ribu.
Indonesia kini menjadi negara yang paling terdampak karena pandemi Covid-19 di Asia Tenggara.
Pakar memperingatkan bahwa angka-angka ini masih di bawah kondisi sebenarnya karena tingkat tes negara yang rendah.
Kementerian Kesehatan mengatakan peningkatan penularan karena banyak warga bandel mudik saat larangan mudik lebaran 2021 kemarin diterapkan.
Hal itu diperburuk dengan masuknya varian Delta yang pertama kali dideteksi di India.
Dengan krisis meningkat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) umumkan Kamis kemarin rangkaian penanganan menahan penularan virus Corona, yang akan diterapkan sampai 20 Juli.
Di bawah pembatasan ini, pusat perbelanjaan dan restoran akan tutup serta pekerja non-esensial harus WFH, dan bagi yang ingin bepergian secara lokal harus tunjukkan bukti vaksinasi serta hasil swab PCR mereka.
"Situasi ini memaksa kita mengambil langkah tegas sehingga bersama, kita bisa memblokir penyebaran Covid-19," ujar Jokowi.
"Saya meminta semua tenang dan waspada. Patuhi aturan, disiplin mematuhi protokol kesehatan dan dukung kinerja pemerintah."
Pakar paru Erlina Burhan sedih memikirkan anggota keluarga yang berupaya mencari pengobatan untuk keluarga mereka, membuatnya 'ingin menangis'.
"Sangat banyak orang ingin mendaftarkan keluarga mereka di RS dan diisolasi dengan benar tapi kami tidak punya cukup tempat," ujar dokter yang bekerja di RS Persahabatan, salah satu RS rujukan Covid-19.
"Beberapa staf terinfeksi Covid-19 dan mereka perlu beristirahat dan karantina di rumah. Kami memiliki staf lebih sedikit sekarang, tapi pasiennya tambah banyak. Sangat padat, sangat membuat depresi."
Sementara ia menerima kinerja dan keputusan pemerintah, Erlina mengatakan pemerintah masih bisa berbuat lebih.
"Sedikit terlambat.. Tapi lebih baik daripada tidak sama sekali… dan aku ingin mengatakan, kita perlu lebih dari yang sudah ditawarkan," ujarnya.
Bed occupancy rate (BOR) di RS tempatnya bekerja sudah lebih dari 90% dan ICU RS itu penuh.
"Orang-orang yang kukenal putus asa mencari bantuan… meminta ranjang untuk kerabat mereka, tapi aku tidak bisa membantu… sungguh perasaan yang sangat buruk," ujarny.
"Bahkan di antara para dokter, kami mengatakan lebih baik tidak sakit karena kami bahkan tidak punya tempat di RS kami sendiri."