Intisari-online.com - Lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia dianggap sangat tinggi, bahkan tertinggi di Indonesia.
Padahal dalam hal ini Indonesia telah berupaya membagikan vaksin kepada beberapa penduduknya.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai keefektifan vaksin Sinovac yang saat ini digunakan di Indonesia.
Banyak yang menilai, pemberian vaksin ini tidak memberikan perlindungan signifikan hingga menciptakan kekebalan kawanan.
Meski demikian, belakangan Menteri Kesehatan Indonesia, Budi Gunadi pun sempat memberikan pernyataannya terkait vaksin Sinovac tersebut.
Saat ini lonjakan kasus Covid-19 memang berawal dario varian baru yang dikenal dengan virus corona varian delta.
Melansir South China Morning Post, Faktanya, Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengalami infeksi varian baru ini.
Beberapa negara lain seperti Inggris, dan Israel juga mencatatkan jumlah infeksi Covid-19 jenis baru ini.
Padahal, kedua negara ini berada di garis depan strategi vaksinasi Pfizer-BioNTech atau AstraZeneca, menurut SCMP.
"Masalahnya bukan pada tingkat efektivitas yang bervariasi antar vaksin, terutama karena varian Delta. Itu mempengaruhi setiap negara," kata Budi, dikutip dari SCMP pada 2 Juli.
"Memang benar jumlah infeksi meroket di Indonesia, tetapi Sinovac membantu mengurangi komplikasi dari berat ke ringan, dari ringan hingga tanpa gejala," katanya.
"Jumlah kematian pada gelombang infeksi ini berkurang secara signifikan dibandingkan gelombang pertama," imbuh Budi.
Indonesia mencatat rekor peningkatan infeksi Covid-19 pada 2 Juli, dengan 25.830 infeksi baru dan 539 kematian.
Menteri Kesehatan Indonesia menegaskan bahwa negara tidak hanya bergantung pada Sinovac untuk mencapai tujuannya mengimunisasi semua 181,5 juta orang dewasa.
Baca Juga: Inilah Sederet Fakta tentang Vaksin Covid-19 untuk Anak di Indonesia, Apa Saja?
Namun, Pak Budi mengatakan Sinovac adalah satu-satunya perusahaan yang menjamin pengiriman pesanan vaksin lebih awal.
"AstraZeneca tidak berkomitmen untuk memberikan kami 50 juta dosis vaksin tahun ini karena masalahnya sendiri, hanya merespon 30 juta dosis, sisanya harus menunggu tahun depan," kata Budi.
Pekan ini, Indonesia diperkirakan akan menerima 4 juta dosis vaksin Moderna AS.
Gelombang pertama 50 juta dosis vaksin Pfizer-BioNTech akan dikirimkan ke Indonesia pada bulan Agustus.
Selain Sinovac, Indonesia akan menggunakan vaksin Pfizer-BioNTec untuk memvaksinasi anak usia 12-17 tahun.
Mulai 3 Juli, pulau Jawa dan Bali akan melakukan pembatasan kegiatan masyarakat atau dikenal dengan PPKM selama 18 hari, yang bertujuan untuk mengurangi jumlah infeksi menjadi kurang dari 10.000, kata Budi.
Namun, Pak Budi belum tahu kapan Indonesia bisa mengatasi gelombang kedua infeksi tersebut.
"Puncak wabahnya 5-7 minggu setelah Lebaran, artinya terjadi di awal bulan ini. Tapi karena varian Delta, bisa jadi sangat berbeda karena tingkat penularannya jauh lebih cepat," kata Budi.
"Sebenarnya, saya tidak tahu kapan Indonesia akan melewati gelombang kedua infeksi. Bahkan ahli epidemiologi membuat kesalahan dalam prediksi," jelas Budi.