Intisari-Online.com - Dua suku di Papua, yakni Marind-Anim dan Asmat pernah memiliki kebiasaan mengayau (berburu kepala).
Namun, pengayauan bukanlah kebiasaan harian masyarakat di sana, melainkan suatu aktivitas yang dimotivasi oleh suatu sebab.
Menurut J. van Baal dan Pastor J. Vershueren, MSC, dalam buku Dema: Description and Analysis of Marind-Anim Culture (South New Guinea), pengayauan di dua wilayah ini terdorong oleh suatu ambisi spiritualitas.
Pengayauan ini terjadi oleh karena beberapa hal.
Orang Marind senang bertamasya dan melihat banyak tempat lain sehingga mereka sering mencari tempat-tempat baru.
Oleh sebab itu, pergi mengayau merupakan kesempatan yang menyenangkan bagi mereka.
Selain ingin menguji nyali dan keperkasaan, sekaligus juga untuk menikmati indahnya alam.
Motivasi lain ialah, seorang bapak mencari nama untuk anaknya.
Seorang bapak akan sangat bangga kalau dia memberi nama kepada anaknya dari nama kepala orang yang berhasil dipenggalnya.
Jadi, itulah sekurang-kurangnya dua alasan utama orang Marind pergi mengayau.
Motivasi orang Asmat mengayau berbeda lagi.
Ada beberapa motivasi yang mungkin menjadi sebab pengayauan di Asmat.
1. Prinsip keseimbangan
Orang Asmat percaya bahwa arwah seseorang yang terbunuh dalam pengayauan tidak akan pergi ke safan, yaitu dunia roh, kalau tidak dibalaskan dendamnya kepada pihak yang membunuh.
2. Salah satu unsur penting dari sebuah ritual.
3.Pengukuhan (inisiasi) seorang pemuda menjadi seorang dewasa.
4. Prestise
5. Untuk menarik perhatian wanita.
Sekarang, bahkan sejak 1970-an sudah tidak ada lagi pengayauan di Papua, khususnya di Asmat.
(*)