Pantas Saja Papua Terus Bergejolak, Mulai dari OPM Hingga KKB Papua, Rupanya Semua Berawal dari Hasutan Belanda yang Tak Senang Papua Bergabung dengan Indonesia Ini

Afif Khoirul M

Penulis

Pertemuan TPNPB OPM di Intan Jaya saat Desember 2019. Kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua pimpinan Lekagak Telenggen terus terus terjepit karenan pergerakan pasukan gabungan TNI Polri.

Intisari-online.com - Pemberontakan yang dilakukan oleh beberapa penduduk Papua memang bukanlah hal baru.

Pasalnya setiap tahun, kita sering mendengar cerita bergejolaknya Papua, terusama teriakan Papua merdeka.

Rupanya cikal bakal, pemberontakan itu sudah ada sejak zaman Belanda, hal itu pun disampaikan sendiri oleh mantan pemimpin Organisasi Papua Merdeka (OPM) Nicolas Jouwe.

Nicolas Jouwe awalnya adalah seorang pemimpin OPM yang menyuarakan kemerdekaan Papua.

Baca Juga: Lambat Laun Kekuatan KKB Papua Semakin Berkurang, TNI Terima Penyerahan Senjata Api Lagi Bersama Anggota yang Tobat Kembali ke NKRI

Namun, pada akhirnya dia memilih kembali bergabung dengan Indonesia, kemudian ia juga menceritakan awal mula pemberontakan di Papua.

Dikatakan bahwa Jouwe juga merupakan pemimpin Papua yang menjadi wakil Ketua Dewan Nugini dan mengatur koloni Belanda.

Semua berawal pada saat kemerdekaan Indonesia tepatnya 17 Agustus 1945.

Pada saat itu, Belanda membungkam kabar kemerdekaan Indonesia agar warga Papua tidak mengetahui hal itu.

Baca Juga: Tak Heran Banyak Anggota KKB Papua Tobat dan Pilih Kembali ke NKRI, Rupanya Mereka Sebenarnya Alami Penderitaan Ini Saat Bergabung Kelompok Kriminal Itu

Menurut Jouwe, kemerdekaan yang diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta, dirahasiakan oleh Belanda, bahkan orang luar dilarang berbicara dengan orang Papua saat itu.

Bahkan, Belanda juga menghasut agar orang Papua memusuhi Indonesia, dengan mengatakan mereka adalah ras yang berbeda yaitu orang melayu.

"Belanda bilang, kamu itu, orang Papua, mereka Melayu, bukan bangsa kamu. Belanda sengaja bikin ngana supaya permusuhan dengan Indonesia timbul," katanya.

Untuk meyakinkan Papua, Belanda lantas menjanjikan kemerdekaan Papua.

Untuk melancarkan hal itu, mereka memancing orang asli Papua untuk membuat organisasi militer baru, dan melawan Indonesia.

Kedekatakannya dengan pemerintah Belanda menjadikan Nicolas orang kepercayaan, dia pun akhirnya membentuk kelompok militer kecil.

"OPM lahir bukan dari keinginan bangsa Papua, tapi pikiran beberapa orang serdadu, semua orang Papua tidak tahu, OPM dibentuk oleh suatu golongan kecil, awalnya korps sukarelawan," kata Nicolas.

Baca Juga: Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi, Mantan Anggota KKB Papua Ini Bocorkan Kondisi Mereka di Hutan, 'Saya Capek,Tinggal di Gunung, dan Susah Cari Makan'

Namun, Presiden Soekarno saat itu ingin menyelesaikan Papua, sampai datang ke Amerika.

Pada 15 Agustus 1962, di New York, Belanda-Indonesia melakukan konferensi, menyatakan bahwa Papua kembali ke Indonesia.

Namun, hal itu tidak membuat Belanda menyerah, dan masih menguatkan OPM, dengan doktrin untuk membuat bangsa sendiri.

"Karena politik Belanda, Papua masuk Indonesia, dia jalankan politik di luar kemauan bangsa. Mereka mau Papua bergabung dengan bangsa lain di Pasifik Selatan, lalu menugaskan Bangsa Papua dan menyiapkan lambang kebangsaan, di antara lain ditunjuknya saya sebagai penanggung jawab bendera bintang kejora," kataJouwe.

Namun, Jouwe yang sudah berada di pihak Belanda akhirnya berbalik arah mendukung Indonesia setelah mendapat pencerahan dari Presiden AS John F Kennedy.

Menurut Jouwe, Presiden AS ke-35 itu mengatakan, bahwa Papua merupakan bagian dari Indonesia.

Pada 24 Agustus 1828, Papua merupakan bagian dari Hindia Belanda, yang artinya itu merupakan bagian dari Indonesia.

Baca Juga: Namanya Terseret di Kasus Donatur KKB Papua, Rupanya Segini Harta Kekayaan Sonny Wanimbo, Belum Pernah Didaftarkan ke KPK Sebelumnya

Namun, Indonesia dicurangi Belanda, dengan tidak menyerahkan bahkan menghasut Papua supaya membelot dari Indonesia.

Alhasil, Jouwe pun membelot dan kembali ke pangkuan NKRI, bahkan menjadi tokoh Pro-Indonesia sebelum meninggal dunia.

Jouwe kembali ke Indonesia, setelah menemukan fakta sejarah bahwa Papua merupakan bagian dari Indonesia.

"Saya harus kembali ke Republik Indonesia, dan saya kembali pada tahun 2007," ujar Jouwe.

Artikel Terkait