Intisari-Online.com -Alami krisis selama dua bulan, Korea Utara terancam kehabisan makanan.
Kondisi itu lantas membuat warga Korea Utara khawatir mereka akan mengalami lagi bencana kelaparan tahun 1990-an yang menewaskan jutaan orang.
Di tengah situasi Korea Utara terancam kehabisan makanan, akibatnya sangat besar.
Dilansir dariexpress.co.uk pada Selasa (22/6/2021),harga makanan pokok meroket di seluruh negara.
Dilaporkan kopi dijualdengan harga lebih dari £70 (Rp1,4 juta) per bungkus.
Pekan lalu, Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong-Un membahas krisis dan mengakui situasi negaranya saat ini begitu tegang.
Dia mengatakan ekonomi yang dikelola oleh negara tidak dapat memberi makan semua warganya.
Laporan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) mengatakan Korea Utara hanya memiliki sisa persediaan dua bulan.
Baca Juga: Termasuk Indonesia, Joe Biden Mulai Bagi-bagi Vaksin Covid-19 ke Puluhan Negara Ini
Negara itu dikatakan menderita kekurangan pasokan sebesar 860.000 ton.
Namun, Kim Jong-Un telah menolak untuk memberikan rincian krisis kekurangan pangan.
Pada bulan April, Kim Jong-Un hanya memperingatkan warga Korea Utara untuk bersiap menghadapi situasi yang sulit atau"Arduous March".
"Arduous March" adalah kondisiketikakrisis pangan yang mengerikan pada 1990-an.
"Saya memutuskan untuk meminta organisasi Partai Pekerja Korea (WPK) di semua tingkatanuntukbersiapmenghadapi "Arduous March" lagi,"kataKim Jong-Un.
Menurut CNN, orang-orang di Pyongyang membayar tiga kali lipat harga kentang biasa, dan hingga £50 (Rp1 juta) untuk beberapa teh celup.
Korea Utara pernah mengalami bencana kelaparan pad atahu 1990-an yang diperkirakanmenewaskan lebih dari tiga juta warga Korea Utara.
Kondisi itu terjadi setelahpeningkatan pembelotan dari Korea Utara yang memuncak pada akhir masa kelaparan.
Kelaparan sendiri terjadi karena berbagai faktor.
Salah satunya adalah salah urus ekonomi dan hilangnya dukungan Uni Soviet (pada saat itu) menyebabkan produksi dan impor pangan menurun dengan cepat.
Lalu serangkaian banjir dan kekeringan memperburuk krisis.
Korea Utara sangat bergantung pada China tidak hanya untuk makanan, tetapi juga pupuk dan bahan bakarnya.
Namun, selama pandemi virus corona, Korea Utara menutup perbatasannya untuk menahan penyebaran penyakit dan perdagangan denganChina.
Sebuah laporan oleh Royal United Services Institute di London pada bulan September menemukan sekitar 150 bisnis China memiliki peran sentral dalam memfasilitasi akses Korea Utara ke pasar internasional.
China terlibat dalam pengiriman senilai sekitar 2 miliarPoundsterling antara tahun 2014 dan 2017.
Angka itu mewakili sekitar 20 persen dari nilai perdagangan Korea Utara senilai 10,6 miliarPoundsterling selama periode yang sama.
Laporan tersebut menemukan beberapa bisnis co-located yang mengindikasikan kelompok tersebut adalah perusahaan terdepan untuk kepentingan Korea Utara.
Tapi Kim Jong-Un sudah membuat aturan kejam bahwa Korea Utara akan menembak siapa pun yangmencoba melintasi perbatasan selama pandemi virus corona.
Akibatnya ekonomi Korea Utara hancur lebur.
Ditambahbeberapa provinsi perbatasan dilanda tiga topan berturut-turut pada Agustus dan September tahun lalu.