Intisari-online.com - China dianggap sebagai salah satu negara paling berhasil mengatasi Covid-19.
Hal itu bisa dilihat dari minimnyalaporan terjadi lonjakan Covid-19 secara signifikan di negeri tirai bambu tersebut.
Hal itu tentu saja tak lepas dari peran pemerintah China yang berupaya menekan penyebaran Covid-19.
Menurut 24h.com.vn, pada Sabtu (19/6/21), China diklaim menjadi satu-satunya negara yang memberikan paling banyak vaksin kepada rakyatnya.
Padahal saat ini, diketahui China adalah negara terpadat di dunia, dengan jumlah penduduk terbesar di dunia.
Namun, China dengan berani akan memberikan dosis vaksin dengan jumlah 1 miliar, ini adalah skala dan kecepatan yang tidak dapat ditandingi negara manapun di dunia.
Pada 16 Juni, saja misalnya China berhasil menyuntikkan 945 juta dosis vaksin, tiga kali lipat dari jumlah yang diberikan Amerika dan menyumbang hampir 40% dari 2,5 miliar dosis global.
Angka ini dianggap mengesankan dan berani oleh China, mengingat program vaksinasi China paling lambat, pada 27 Maret.
Pada 27 Maret, China menerima 1 juta dosis pertama setelah meluncurkan kampanye vaksinasi dua minggu setelah AS.
Namun, tingkat vaksinasi dipercepat pada Mei karena China menyuntikkan lebih dari 500 juta dosis pada bulan itu, menurut data dari Komisi Kesehatan Nasional China.
Pada 15 Juni saja, China menyuntikkan lebih dari 20 juta dosis.
Pada tingkat seperti itu, China akan melewati batas dosis 1 miliar pada akhir minggu ini.
Skandal keamanan sebelumnya terkait vaksin telah menyebabkan orang ragu untuk divaksinasi.
Tetapi beberapa wabah lokal Covid-19 baru-baru ini, termasuk provinsi Anhui, Liaoning, dan Guangdong, telah mendorong orang untuk buru-buru mendapatkan vaksinasi di daerah yang terkena dampak.
Bagi mereka yang ragu-ragu, China memiliki pendekatan top-down untuk mendorong orang agar divaksinasi.
China melakukan kampanye habis-habisan "menyuntikkan semua yang bisa" di seluruh negeri, dari kota besar hingga desa.
Di BUMN, manajemen menghimbau karyawan untuk mendapatkan suntikan melalui insentif seperti membagikan voucher.
Namun, kegiatan vaksinasi belum merata.
Pada minggu pertama bulan Juni, kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai masing-masing telah memvaksinasi hampir 70% dan 50% populasi.
Tetapi tingkat di provinsi Guangdong dan Shandong masih di bawah 20%, menurut kantor berita Reuters.
Zhong Nanshan, seorang ahli epidemiologi dan penasihat pemerintah terkemuka, mengatakan China bertujuan untuk sepenuhnya memvaksinasi 40% populasi pada akhir bulan dan menggandakannya pada akhir tahun.
Karena populasi yang besar, jumlah dosis per 100 orang di China masih lebih rendah daripada di negara-negara seperti AS dan Inggris.
Tetapi jika kecepatan saat ini dipertahankan, China akan segera menyusul.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada 18 Juni bahwa banyak negara miskin harus menunda program vaksinasi karena kekurangan vaksin.
Pakar WHO mengatakan negara-negara yang terkena masalah ini mencakup benua India, Afrika Sub-Sahara, Amerika Latin dan Timur Tengah.
Negara-negara di sekitar India, seperti Nepal dan Sri Lanka, telah terpukul keras dan menghadapi gelombang epidemi yang parah.
Di Afrika, hanya sekitar 1% dari populasi yang diimunisasi penuh, menurut angka WHO.