Advertorial

Cuma Negara Kecil Tapi Berani Tidak Tergiur Tawaran Israel untuk Lepaskan Perlindungan di Yerusalem, Inilah Yordania, Negara Kerajaan yang Dipimpin Raja Pemberani Ini

May N

Editor

Intisari-online.com -Mantan Presiden Donald Trump memiliki mimpi rumit untuk diplomasi "kesepakatan abad ini" bagi perdamaian Arab-Israel.

Ia ingin menyatukan dua sekutunya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Putra Mahkota Arab Saudi Muhammad bin Salman.

Namun hal ini terhalang oleh penolakan keras dari negara yang melindungi Palestina.

Melansir The Washington Post, ialah Yordania yang dipimpin Raja Abdullah II, negara yang tidak mau bertekuk lutut kepada perjanjian model apapun yang berdampak kepada Palestina.

Baca Juga: Digulingkan Dari Jabatan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu Ternyata Pernah Bersekongkol Dengan Pangeran Arab Saudi, Berencana Menggulingkan Raja di Negara Ini

Yordania adalah kerajaan di Tepi Barat Sungai Yordan.

Ia berbatasan dengan Arab Saudi di timur dan tenggara, Irak di timur-laut, Suriah di utara, kemudian Tepi Barat dan Israel di barat.

Ibukotanya ada di Amman, didirikan tahun 1921.

Pusat cerita ini adalah Yerusalem, tempat yang sangat diinginkan Israel menjadi ibukota politik mereka dan juga harta karun bagi umat Muslim, Kristen dan Yahudi.

Baca Juga: Putus Asa Dianggap Gagal Caplok Palestina Oleh Rakyatnya, Netanyahu Gandeng Sekutu Tidak Terduga Ini Gulingkan Penjaga Yerusalem Agar Mudah Kuasai Palestina Seutuhnya

Kerajaan Hashemite di Yordania berhutang sebanyak legitimasi perannya sebagai wali bagi Masjid Al-Aqsa.

Raja Abdullah telah menggambarkan perlindungan bagi rumah suci umat Muslim itu sebagai "garis merah" Yordania atau batas mereka.

3 tahun terakhir, Abdullah merasa jika Trump, Netanyahu dan MBS mencoba menggulingkan Abdullah karena tidak mau melepaskan perlindungan Yerusalem.

Sampai hari terakhir Trump di Gedung Putih Januari lalu, Jared Kushner, menantu sekaligus ketua negosiasi normalisasi, terus mendorong gebrakan yang bisa membuat MBS dan Arab Saudi yang ragu untuk menerima normalisasi.

Baca Juga: Pantas Saja Israel Sangat Ingin Berhubungan dengan Negara Asia Tenggara Seperti Indonesia, Duta Besar Israel di Singapura Bocorkan Tujuan Asli Negara Yahudi Tersebut

Saat itulah Yordania mengumpulkan pesan-pesan rahasia dari para tertuduh perencana yang tunjukkan "hasutan terhadap rezim politik" dan "aksi yang menciptakan hasutan".

Tekanan terhadap Abdullah sendiri mulai dengan penobatannya tahun 1999, mengikuti kematian ayahnya, Raja Hussein.

Raja Hussein telah memimpin di kursi yang panas, selamat dari berbagai rencana kudeta, upaya pembunuhan dan permainan kekuasaan dari tetangganya.

Kesepakatan perdamaian tahun 1994 dengan Israel memberikan kerajaan Israel selain perlindungan AS, tetapi Abdullah mewarisi aksi keseimbangan halus yang sama yang telah menuntun Hussein menamai memoarnya "Uneasy Lies the Head" (yang memakai mahkota).

Baca Juga: Dari Perang Enam Hari Tahun 1967 Hingga Hari Ini, Perdamaian Sulit Ditemukan di Timur Tengah, Mungkinkah Damai Terjadi Antara Israel dan Palestina?

Abdullah segera menjadi kesayangan negara Barat.

Ia memiliki istri penuh gaya dan pemikiran bebas, Ratu Rania, dan segera Abdullah menjadi simbol kepemimpinan muda, modern, pro-Barat di Timur Tengah.

Ia bertemu dengan pebisnis dan elit politik AS di setiap musim panas di acara perkumpulan disponspori oleh Allen & Co. di Sun Valley, Idaho.

Ia memperjelas harapan AS dan Israel untuk perdamaian dan Islam moderat di Timur Tengah.

Baca Juga: Dijuluki 'Martir untuk Perdamaian', Inilah Yitzhak Rabin, PM Israel yang Kematiannya Justru Ditangisi Bangsa Arab, Meski Kebengisannya Lahirkan Intifadah Pertama

Hubungan Abdullah dan Arab Saudi lebih kompleks.

Dinasti Hashemite dulunya pernah menguasai Mekah dan Madinah, tapi kini karena Yordania tidak punya sumber daya, mereka perlu suntikan dana segar dari Rumah Saudi dan monarki di Teluk Persia lain untuk selamat.

Raja Saudi, Abdullah, yang berkuasa dari 2005 sampai 2015, dulunya dermawan.

Kepentingan Riyadh di Amman adalah "stabilitas, stabilitas, dan stabilitas," papar sumber intelijen Saudi.

Baca Juga: Lihat Langsung Kakeknya Dibunuh Warga Palestina di Depan Masjid al-Aqsa, Raja Yordania Ini Malah Beri Lahan Cuma-cuma Kepada Rakyat Palestina yang Diusir Paksa Israel

Status monarki Yordania sebagai sahabat AS di Arab mulai berubah dengan naiknya nama MBS setelah Raja Salman mengambil alih tahta Saudi tahun 2015.

MBS menjadi selebrita instan di AS, dengan rencananya memodernisasi kerajaannya bernama Vision 2030, gerakannya untuk mengurangi Saudi yang religius, dan pesonanya.

Kendaraan MBS dipercepat ketika Trump menjadi presiden tahun 2017 dan menjadikan Riyadh tempat berkunjungnya pertama kali.

MBS diseru sebagai reforman, bahkan meskipun ia menekan hak para minoritas dan aktivis wanita.

Baca Juga: Mohammed Bin Salman Lakukan Hal 'Paling Menjijikkan' Ini di Inggris, Perdana Menteri Boris Johnson Bantah Telah Ikut Membantu

Kekuasaannya menjadi jauh lebih mengerikan tahun 2017, ketika ia 'membersihkan' saingannya sebagai putra mahkota dan memenjarakan lebih dari seratus orang Saudi terkemuka di hotel Ritz-Carlton sampai mereka bersumpah setia dan menyerahkan sebagian uang mereka.

Tidak hanya itu, kemudian datanglah pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi pada Oktober 2018, misi yang disebut CIA disetujui MBS.

Sekutu MBS adalah Awadallah, warga Yordania yang bertugas sebagai menteri perencanaan dan kepala istana kerajaan.

Ia menjadi sosok kontroversial di Yordania, kritik bergulir ia diuntungkan secara finansial dari kedekatannya dengan raja.

Baca Juga: Gara-gara Putra Mahkotanya Terlibat dalam Pembunuhan Sadis Khashoggi, Seluruh Arab Saudi Disebut Bisa Kena Dampaknya, Kok Bisa?

Raja Abdullah mendorongnya pindah ke Riyadh, di mana ia memulai langkah baru menasihati MBS dalam rencana privatisasi dan modernisasi.

Awadallah membantu memimpin pertemuan seperti Davos, seperti forum Inisiatif Investasi Masa Depan 2018 yang diadakan hanya 3 minggu setelah pembunuhan Khashoggi.

Tahun 2018, kerajaan Yordania khawatir menonjolnya MBS membuat Yordania tersingkirkan sebagai mitra loyal AS.

Trump pada Mei 2018 memindahkan secara resmi Kedutaan AS di Yerusalem, walaupun ada keberatan hebat dari Raja Abdullah.

Baca Juga: 'Jika Saya Tak Mencuri Rumah Anda, Orang Lain akan Mencurinya', Kala Pria Yahudi Israel Seenak Jidat Ingin Ambil Alih Rumah Warga Palestina, Logatnya Ungkap Asal-usulnya

Gerakan itu ditambah dengan memburuknya ekonomi tahunan Yordania, memimpin protes jalanan pada Juni 2018.

Raja Salman yang khawatir bergabung dengan pemimpin Teluk yang lain memohon dana bantuan darurat 2,5 miliar Dolar. Namun warga Yordania mengatakan sebagian besar uang itu tidak pernah sampai.

Artikel Terkait