Ketakutan Setengah Mati dengan China, Australia Rela Bakar Uang Rp3.840Triliun Demi Datangkan Senjata Militer Ini, Percaya di Masa Depan Akan Bentrok Dengan China

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Militer Australia.
Militer Australia.

Intisari-online.com - Sudah bukan rahasia lagi jika Ausralia memang musuh China, karena Australia merupakan sekutu Amerika.

Bahkan Ausralia percaya jika di masa depan mereka akan menjadi musuh dan berperang dengan China.

Oleh sebab itu, beberapa pembaruan militer dilakukan oleh Australia, hingga rela kucurkan dana hingga milyaran dollar AS.

Menurut 24h.com.vn, pada Jumat (11/6/21), China sudah melakukan persiapan perombakan senjata militer.

Baca Juga: Pantas Saja Rakyat Indonesia Marah, Tahu Orang Australia Sok-Sokan Ikut Kibarkan Bendera Bintang Kejora, Sejarah dengan Timor Leste Ini Bak Akan Terulang di Papua

Salah satunya adalah memperbarui enam kapal selam kelas Collins, supaya bisa dioperasikan selama satu dekade lagi.

Armada ini diharapkan akan muncul hingga tahun 2035 nanti.

Bianya yang disiapkan adalah 10 miliar dollar AS (Rp142 triliun), termasuk mengganti dan memelihara sistem di dalam kapal selam, mesin, dan sensor.

Setiap kapal selam yang diperbarui diharapkan akan beroperasi selama satu dekade lagi.

Baca Juga: Awalnya Berlagak Sok Jago Saat Ketemu Pasukan Indonesia, Nyali Pasukan Australia Langsung Ciut Begitu Tahu Kualifikasi dari Paskhas TNI AU Ini

Kapal selam kelas Colins Angkatan Laut Australia akan berakhir pada tahun 2026.

Setiap kapal diperkirakan membutuhkan dua tahun untuk diperbaharui dan Australia masih mempertahankan setidaknya lima kapal selam setiap saat, menurut The Australian.

"Kita harus realistis tentang ancaman di kawasan. Kapal selam memainkan peran penting dalam mengurangi ancaman ini," kata Menteri Pertahanan Australia Peter Dutton.

Memperpanjang umur armada kapal selam juga memberi Australia lebih banyak waktu untuk bernegosiasi dengan mitra Prancisnya tentang biaya 50 miliar dollar AS untuk membangun 12 kapal selam baru.

Australia ingin membeli jalur pembuatan kapal Prancis untuk memproduksi dan merakit kapal selam di negara itu, membantu menghemat biaya.

"Kami mengalami masalah dengan kesepakatan dengan pembuat kapal Angkatan Laut Prancis," kata Dutton.

"Kedua belah pihak memiliki persyaratan yang tidak dapat disepakati," tambahnya.

Baca Juga: Langsung Tampil Bak Pahlawan, Ternyata Australia yang Beri Bantuan untuk Pembangunan Gedung Parlemen Timor Leste di Awal Kemerdekaan, padahal Begini Sejarah Masa Lalu Keduanya

Ini juga dianggap sebagai langkah untuk memperkuat kapasitas pertahanan Australia, dalam konteks ketegangan dengan China belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda.

Berbicara pada 10 Juni, Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan risiko konflik dengan China di kawasan Asia-Pasifik semakin meningkat.

Dunia menghadapi ketidakpastian yang tidak terlihat sejak tahun 1930-an, tambah Morrison.

Berbicara tentang kebijakan luar negeri sebelum berangkat ke Inggris, Morrison mengatakan Australia akan terus bekerja dengan mitra internasional untuk berurusan dengan China dan membuat dunia lebih aman.

"Risiko salah perhitungan dan konflik meningkat," kata Morrison.

Morrion menegaskan bahwa Australia akan menghabiskan 270 miliar dollar AS untuk meningkatkan kemampuan pertahanan selama 10 tahun ke depan.

Ia menambahkan sistem rudal anti-pesawat, pesawat tak berawak, artileri self-propelled.

Baca Juga: Menusuk Tepat di Titik Terlemah Timor Leste yang Selalu Gagal Dijamin Australia, 'Taji' China Kini Kian Dalam Mencengkeram Bumi Lorosae, Proyek 'Satu China' di Depan Mata

Bulan lalu, Global Times, anak perusahaan dari People's Daily, corong Partai Komunis China, menerbitkan editorial yang menyebutkan akan menembakkan rudal ke wilayah Australia jika ASnekat membela Taiwan.

China memiliki rudal balistik jarak jauh yang mampu menjangkau wilayah Australia dan Amerika Serikat.

Jika terjadi konflik, Beijing dapat menggunakan rudal balistik antarbenua Dongfeng untuk menyerang beberapa pangkalan gabungan AS dan Australia di tanah Australia, tulis Global Times.

Artikel Terkait