Intisari-Online.com - Pada tahun 2020 lalu, Timor Leste memutuskan untuk membangun kembali Gedung Parlemennya karena dianggap sudah terlalu sesak.
Lahan di sekitar Gedung Parlemen Timor Leste di Dili sudah tidak mencukupi sehingga diambil pilihan untuk membangunnya di kawasan Hera yang dinggap cocok.
Hal itu seperti yang dilaporkan media Timor Leste independente.tl pada 14 Agustus 2020, menjelang ulang tahun referendum negara itu.
Konstruksi bangunan baru untuk meningkatkan efisiensi parlemen itu dilaporkan akan dimulai pada tahun 2021.
"Seperti yang kita tahu, sekarang gedung parlemen tidak layak karena terlalu kecil," kata Menteri Kehakiman, Manuel Carceres kepada reporter saat itu.
Dilaporkan, pembangunan gedung baru tersebut bakal membutuhkan dana sekitar 500.000 hingga 1 juta US Dolar yang akan dibiayai oleh anggara negara tahun 2021.
Gedung Parlemen Timor Leste sendiri dulunya dibangun atas bantuan dari tetangga dekatnya, Australia.
Saat Timor Leste baru merdeka, Australia tampil bak pahlawan bagi negara baru tersebut, termasuk memberikan bantuan untuk pembangunan fasilitasnya.
Baca Juga: Contoh Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan, Apa Itu Aktualisaai Objektif dan Subjektif?
Melansir reliefweb.int, pada Agustus 2000, bertepatan dengan ulang tahun pertama referendum Timor Leste, Menteri Luar Negeri Australia saat itu, Alexander Downer, mengumumkan tentang bantuan negaranya untuk negara yang baru merdeka dari Indonesia tersebut.
"Dengan senang hati saya umumkan, pada ulang tahun pertama jajak pendapat di Timor Lorosa'e, Australia akan membantu merancang dan membangun gedung Parlemen untuk badan legislatif Timor Lorosa'e yang merdeka," katanya.
Selain memenuhi kebutuhan fungsional Parlemen modern, gedung Parlemen Timor Lorosae juga dikatakan akan menjadi simbol budaya dan politik yang penting.
Dukungan untuk gedung Parlemen merupakan bagian dari program dukungan Australia untuk pengembangan pemerintahan yang demokratis dan administrasi yang efektif di Timor Leste.
Itu juga mencakup dukungan untuk pembentukan Dewan Nasional Timor Leste yang baru yang akan mewakili sebagian besar komunitas negara itu di bawah pengaturan Administrasi Transisinya.
Inisiatif tersebut merupakan bagian dari komitmen Australia untuk menyumbang sebesar $150 juta selama empat tahun untuk membantu membangun kembali negara baru setelah kehancurannya.
Timor Leste merdeka melalui referendum pada 30 Agustus 1999, yang menunjukkan hasil bahwa mayoritas warganya menginginkan kemerdekaan dan menolak berintegrasi dengan Indonesia.
Masa-masa Timor Leste menjadi bagian wilayah Indonesia pun berakhir setelah 24 tahun lamanya melalui hasil referendum tersebut, sementara Australia langsung tampil bak pahlawan.
Bagaimana Sejarah Masa Lalu Australia dan Timor Leste?
Tampil bak pahlawan setelah kemerdekaan Timor Leste, termasuk memberikannya berbagai bantuan untuk membangun negaranya, nyatanya Australia ikut mendukung integrasi Bumi Lorosae dengan Indonesia.
Melansir The Strategist (28/1/2020), di masa lalu Australia menjadi negara yang terlibat dalam pengambilan keputusan oleh Soeharto untuk mengambil alih Timor Leste yang saat itu merupakan bekas jajahan Portugis.
Hal itu diungkapkan dalam buku kebijakan Canberra, dari invasi hingga kemerdekaan, dipamerkan dengan dirilisnya catatan kabinet pemerintahan Howard untuk tahun 1998 dan 1999 oleh National Archives of Australia .
Lapora tersebut mengungkapkan bahwa dalam pertemuan dengan Soeharto pada bulan September 1974, Perdana Menteri Gough Whitlam,meninggalkan catatan peringatan yang menyatakan bahwa Timor Timur harus berintegrasi dengan Indonesia.
"Timor Portugis terlalu kecil untuk merdeka. Secara ekonomi tidak layak. Kemerdekaan tidak diinginkan di Indonesia, Australia, dan negara-negara lain di kawasan" ujarnya.
Menurut catatan laporan itu, Whitlam menawarkan dua pemikiran dasar.
Pertama, dia percaya bahwa Timor Portugis harus menjadi bagian dari Indonesia.
Kedua, hal tersebut harus terjadi sesuai dengan keinginan rakyat Timor Portugis yang diungkapkan dengan baik.
Whitlam yang saat itu menekankan bahwa hal tersebut belum menjadi kebijakan Pemerintah (Australia) tetapi kemungkinan besar akan menjadi seperti itu.
Keinginan Whitlam agar Timor Leste bergabung dengan Indonesia dan tidak berdiri sebagai sebuah negara sendiri bukan tanpa alasan.
Kepala Urusan Luar Negeri, Alan Renouf , menulis bahwa Whitlam mengubah posisi Australia dengan mengadopsi kebijakan dua cabang.
"Whitlam tentu tidak ingin ada lagi negara mini yang dekat dengan Australia di Asia Tenggara atau Pasifik Selatan . Karena itu, dia tidak menginginkan Timor Timur merdeka; merger dengan Indonesia adalah satu-satunya jawaban," ungkapnya.
Sementara itu, sebulan kemudian, mayor jenderal yang bertanggung jawab atas operasi khusus Indonesia menyatakan bahwa sampai kunjungan Whitlam ke Jakarta, Indonesia masih ragu-ragu tentang Timor.
Hal serupa terjadi pada saat Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Habibie, ketika ada pembahasan untuk memberi kesempatan Timor Leste menyelenggarakan referendum.
Satu paralel antara era invasi dan kemerdekaan Timor Leste, ada peran perdana menteri Australia yang kuat yang mengubah pemikiran Jakarta tidak sesuai dengan yang dimaksudkan, dikutip dari The Strategist.
Australia juga terlibat dalam lepasnya Timor Leste dari Indonesia, saat era Perdana Menteri John Howard.
Dari Perdana Menteri Whitlam hingga Howard memiliki persamaan, yaitu kebijakan Australia adalah bahwa Timor Lorosa'e harus menjadi bagian dari Indonesia.
(*)