Intisari-Online.com - Insiden mengejutkan terjadi pada Presiden Perancis, Emmanuel Macron saat dia mengunjungi Tain-l'Hermitage, di pinggiran kota Valence dalam tur nasional.
Tiba-tiba seorang pria menamparnya sambil meneriakkan 'Montjoie, Saint-Denis'.
Diketahui itu merupakan seruan perang pada zaman Kerajaan Perancis, merujuk pada panji yang dipegang Raja Charlemagne.
Pengawal Presiden Macron dengan sigap menariknya, mencegah kekacauan lebih lanjut.
Saat ini pria yang kemudian diketahui bernama Damien T, seorang praktisi seni perang abad pertengahan, telah ditangkap.
Jaksa penuntut lokal Alex Perrin, dikutip AFP, menyatakan, saat ini mereka tengah mengungkap motif si penampar dan pria satunya dalam peristiwa tersebut.
Insiden mengejutkan itu terjadi di tengah panasnya tensi pemilihan regional yang akan diselenggarakan beberapa pekan lagi.
Aksi serupa pernah dilakukan seorang wartawan Irak kepada Presiden Amerika Serikat sekitar satu dekade lalu.
Setelah ditangkap karena aksinya, sosok bernama Muntazer Al-Zaidi itu dilaporkan mengalami pengalaman mengerikan di penjara.
Peristiwa itu terjadi pada 2007 silam, ketika Presiden Bush mengunjungi Irak.
Hadir di konferensi pers yang digelar Presiden Bush bersama Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki, pada 14 November tahun itu, Al-Zaidi melemparkan sepatu ke arah Presiden AS tersebut.
Lemparan sepatu itu sendiri meleset, karena Bush bisa mengelak, namun hukuman tetap dijatuhkan kepada Al-Zaidi.
Al-Zaidi nekat melakukan aksi pelemparan sepatu tersebut sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Bush menyangkut Irak terutama menyangkut invasi Amerika Serika ke Irak tahun 2003.
"Sepatu ini merupakan kado perpisahan buat Bush. Kemarahan Muntazer merupakan perwakilan dari kemarahan rakyat Irak terhadap Bush. Kami senang dia segera dibebaskan,” kata pengacara Zaidi, Dhafir al-Ani kala itu.
Zaidi pun langsung langsung ditangkap begitu melemparkan sepatu, seperti yang baru-baru ini terjadi pada pria yang menampar Macron.
Kasus Zaidi diproses di bawah pengadilan kriminal pusat yang menangani terorisme.
Saat itu, pengacara Zaidi sempat meminta kasus Zaidi dipindah dari pengadilan kriminal pusat, namun permintaannya ditolak.
Atas perbuatannya, akhirnya Zaidi dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Namun, rupanya bukan sekedar ditangkap dan mendapatkan hukuman penjara yang dirasakannya.
Setelah diringkus, Zaidi sempat melawan dengan meronta-ronta, namun akibatnya ia dipukuli oleh aparat keamanan sehingga membuat tubuhnya lebam.
Saudara Zaidi, Uday al-Zaidi, mengatakan, pada waktu itu Zaidi dipukuli beberapa kali di bagian wajah dan mata.
Informasi tentang luka lebam pada tubuh Zaidi itu diperkuat dengan laporan medis rumah sakit pemerintah.
Tak berhenti di situ, ketika menjenguk Zaidi di penjara, ia juga mengaku melihat banyak luka di tubuh Zaidi.
Ada gigi yang tanggal dan pada kedua daun telinganya ada luka bakar seperti bekas sundutan rokok.
Menurut keterangan Uday, saudaranya disiksa di dalam penjara sampai 36 jam lamanya tanpa henti, menyebabkan luka yang cukup parah.
Baca Juga: Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Berdasarkan Masing-masing Butir Pancasila
”Saya bertemu saudara saya sekitar sejam. Ia disiksa di dalam penjara selam 36 jam tanpa henti.
"Zaidi dipukuli dengan kabel dan besi. Pendarahan parah terjadi di bagian mata. Kedua kaki serta hidungnya luka dan lebam.
"Zaidi juga disiksa dengan disetrum tegangan tinggi,” kata Uday.
Meski, atas tudingan penyiksaan di dalam penjara tersebut, hakim membantah.
Zaidi sempat menuliskan surat permintaan maafnya atas aksi pelemparan sepatu tersebut. Namun lagi, Uday mengatakan bahwa permintaan maaf oleh saudaranya dilakukan dengan terpaksa.
Pelaku pelempar sepatu ke Presiden Bush ini dibebaskan dari penjara pada September 2009, setahun lebih cepat dari seharusnya.
Pengadilan mengurangi hukuman satu tahun karena Zaidi tidak memiliki catatan kriminal. Ia juga mendapatkan dibebaskan tiga bulan lebih cepat dengan didapatkannya remisi.
Melakukan aksi serupa dengan Zaidi, mungkinkah pria penampar Macron bakal bernasib sama?
(*)