Advertorial
Intisari-online.com - Serangan demi serangan terus dilancarkan oleh Israel, setelah pecahnya pertempuran di Jalur Gaza pada 10 Mei.
Insiden ini tak hanya merugikan Palestina, tetapi pihak Israel juga dirugikan dengan gempuran rudal oleh Hamas.
Alhasil, ada kemungkinan bahwa Israel dan Palestina akan melakukan genjatan senjata untuk mengakhiri konflik tersebut.
Meski demikian masih ada rasa cemas dan kekhawatiran oleh pihak Israel karena pada militer Hamas.
Baca Juga: Ada Udang di Balik Batu, Ini Misi Rahasia Israel Hancurkan Gedung Utama di Gaza
Seorang pejabat senior di Komando Selatan militer Israel mengatakan pada Kamis (20/5/21), dia yakin kemampuan intelijen militer akan mencegah Hamas melakukan invasi besar-besaran.
Tetapi mungkin serangan kecil masih bisa dilakukan oleh Hamas.
Para pemimpin angkatan bersenjata Hamas, mengatakan pada Rabu (19/5), genjatan senjata dapat diumumkan dalam 24 jam ke depan.
Karena pemimpin dari kedua belah pihak sudah menekankan untuk mengakhiri pertempuran.
Menurut CNN, seorang pemimpin Hamas menggambatkan suasan positif di sekitar negosiasi untuk mencapai genjatan senjata dengan Israel, berkat dukungan Mesir dan Qatar.
Namun, pihak Israel belum mengomentari kemungkinan mencapai kesepakatan gencatan senjata.
Menurut Gedung Putih, Presiden AS Joe Biden menelepon Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengatakan bahwa AS ingin mengurangi ketegangan menuju gencatan senjata.
Tetapi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan negara itu akan melanjutkan serangan sampai mencapai tujuannya untuk memulihkan perdamaian dan keamanan bagi warga Israel.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sebelumnya juga mengatakan bahwa serangan kemungkinan akan berlanjut hingga beberapa hari mendatang.
Pernyataan keras Netanyahu menandai keretakan publik pertama antara kedua sekutu dekat dan dapat mempersulit upaya internasional untuk mencapai gencatan senjata.
Penolakan Netanyahu terhadap de-eskalasi juga merupakan ujian pertama hubungan AS-Israel.
Khususnya, pada 19 Mei, AS terus menentang rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang diajukan oleh Prancis.
Menyerukan gencatan senjata dalam konflik antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.
Pihak AS percaya bahwa pemerintahan Biden sedang bekerja untuk mengakhiri permusuhan.
Israel telah melakukan lebih dari 1.800 serangan udara di Gaza sejak pecahnya kekerasan lebih dari seminggu yang lalu, menurut kantor berita yang dikelola oleh Hamas.
Badan tersebut memperkirakan bahwa kampanye udara Israel telah menyebabkan lebih dari 323 juta dollar ASkerugian bagi Palestina.
Kekhawatiran kemanusiaan tumbuh ketika konflik Israel-Palestina berlangsung selama lebih dari 10 hari.
Menjadikan total korban tewas di Palestina menjadi lebih dari 227, termasuk lebih dari 64 anak-anak dan 12 di Israel.
Pada 19 Mei, orang-orang bersenjata di Lebanon meluncurkan roket ke Israel utara, yang berisiko membuka front baru dalam pertempuran itu.
Israel membalas tembakan tetapi tidak menimbulkan korban jiwa.
Perkembangan baru meningkatkan kemungkinan menarik Israel ke dalam konflik dengan kelompok militan Lebanon Hizbullah, hal yang ditakutkan Israel.
Belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, dan Hizbullah sejauh ini tetap berada di pinggir lapangan.
Roket tersebut diyakini diluncurkan oleh faksi Palestina yang berbasis di Lebanon Selatan.
Namun, mereka tidak dapat berfungsi tanpa persetujuan diam-diam dari Hizbullah, dan langkah tersebut tampaknya dimaksudkan untuk mengirim pesan politik bahwa Hizbullah, yang memiliki puluhan ribu rudal, dapat berperang di mana saja, kapan saja.
Israel menganggap Hizbullah sebagai ancaman paling tangguh dan mengancam kehancuran yang meluas di Lebanon jika perang pecah.