Intisari-Online.com - Ketegangan antara China dan Taiwan telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir menyusul peningkatan aktivitas militer China.
China memandang Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri, dengan keyakinan suatu hari akan bergabung kembali dengan negara itu.
Padahal warga Taiwan sudah menyatakan bahwa mereka adalah negara yang merdeka.
Ketika situasi antara China dan Taiwan semakin panas, mendadak ada kabar mengejutkan datang dari Amerika Serikat (AS).
Setelah berbulan-bulan menyatakan siap membantu Taiwan, ada seruanbahwa niat ASuntuk membela Taiwan telah dibatalkan.
Padahal sebelum dilantik hingga kini menjadi Presiden AS, Joe Biden telah memberi dukungan langsung kepada Taiwan.
Ada apa?
Kemungkinan besar ini dikarenakan sikap China yang semakin agresif hingga akan melakukan segala cara.
Pada bulan Januari, Departemen Luar Negeri AS menegaskan kembali komitmen yang sangat kuat untuk membantu Taiwan mempertahankan diri.
Namun, komentar baru-baru ini dari Washington menyarankan setiap perubahan kebijakan untuk membantu Taiwan akanmengakibatkan kerugian yang signifikan.
Kurt Campbell, KoordinatorGedung Putih Asia, mengatakan kepada Financial Times bahwa setiap perubahan kebijakan berisiko.
“Ada beberapa kerugian yang signifikan. Misalnya kejelasan strategis," kataCampbell.
“Cara terbaik untuk menjaga perdamaian dan stabilitas adalah dengan mengirimkan pesan yang benar-benar terkonsolidasi yang melibatkan diplomasi, inovasi pertahanan kepada kepemimpinan China."
"Sehingga mereka tidak memikirkan serangkaian langkah provokatif yang ambisius dan berbahaya di masa depan."
Dilansir dari express.co.uk pada Kamis (6/5/2021), AS sebelumnya telah turun tangan untuk membela Taiwan, selama krisis Selat Taiwan ketiga pada tahun 1995 dan 1996.
Presiden Clinton memerintahkan kehadiran kelompok penyerang kapal induk Angkatan Laut AS di Taiwan untuk mencegah bentrokan.
Ini terjadi setelah China menembakkan rudal ke Taiwan yang mendarat beberapa mil dari pantai.
Kehadiran armada AS saja sudah cukup untuk membuat China mundur.
Namun,karena militer China mengalami modernisasi yang signifikan, pasukan AS mungkin tidak cukup untuk mencegah serangan di masa depan.
Di sisi lain, jika AS terus membantu China, maka akan muncul persepsi bahwa AS bertekad untukmembatasi kebangkitan China.
Termasuk melalui kekuatan militer dan mungkin akan menyebabkan Beijing secara agresif merusak kepentingan AS di seluruh dunia.
Lalu jika AS tidak membantu Taiwan, siapa yang bisa?
Hanya 15 negara yang menganggap Taiwan sebagai negara merdeka, dan tidak satu pun di Asia.
Dalam hal melindungi negara itu dari kemungkinan serangan China, kemungkinan Jepang, Filipina, Australia, dan Korea Selatan dapat membantu Taiwan.
Tapi semua negara ini memiliki kekhawatiran mereka sendiri tentang kekuatan China yang meningkat.
Jika benar-benar perang, makaJepang sejauh ini sebagaiteman potensial yang paling aktif.
Jepang memiliki pertempuran teritorialnya sendiri dengan China, dan juga menampung sekitar 55.000 tentara AS.
Dan jika Taiwan berada di bawah kendali China, ada beberapa bahaya yang akan terjadi dengan Jepang.
Misalnya jalur komunikasi maritim Jepang akan sepenuhnya berada dalam jangkauan serangan pesawat tempur dan pembom China.
Ini karena 90 persen minyak Jepang dan 99 persen sumber daya mineral melewati perairan Taiwan.
Jika 30 persen dari impor ini dihentikan, maka ekonomi Jepang pada dasarnya akan hancur.