Intisari-online.com - Secara alami Filipina adalah sekutu alami Amerika.
Namun, pada tahun 2016, sempat terjadi manuver politik yang membuat Filipina berubah haluan.
Saat presiden Rodrigo Duterte menjabat sebagai presiden Filipina, dia memilih memalingkan muka ke Beijing.
Hal itu dilakukan sebagai inbalan atas proyek investasi yang dilakukan China ke Filipina.
Sejauh ini sudah 4 tahun Filipina menjalin hubungan dengan China.
Namun, sayangnya hubungan hangat China-Filipina tampaknya sudah mulai retak disebabkan ulah China di Laut China Selatan.
Menurut 24h.com.vn, pada Sabtu (24/4/21), Filipina terus mendeteksi armada China yang mengumpulkan sejumlah besar kekayaan laut di Laut China Selatan.
Hal itu membuat Filipina resah dengan aktivitas China yang dianggap merugikan negaranya.
Pada tanggal 23 April, kantor berita Reuters mengutip pemberitahuan dari Kementerian Luar Negeri Filipina.
Mengatakan bahwa pejabat maritim negara terus mengamati bahwa China masih mempertahankan keberadaan dan operasi tidak resmi 160 kapal milisi.
Sejumlah kapal laut dan penangkap ikan masih berada di dekat Kepulauan Spratly.
Wilayah yang berada di bawah kedaulatan Vietnam, yang diperebutkan Filipina, dan China di Laut Cina Selatan dan Scarborough Shoal, pada 20 April.
Selain itu, Filipina juga menemukan 5 kapal laut China di kawasan tersebut dan Manila telah mengirimkan 2 nota diplomatik memprotes ke China.
Kehadiran terus-menerus kapal China dan ancaman kapal China telah menciptakan lingkungan ketidakstabilan.
"Menunjukkan pengabaian terhadap komitmen Beijing sendiri untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas di kawasan", menurut Departemen Luar Negeri Filipina.
Sementara itu, diplomat China menolak anggapan bahwa kapal China tampak padat di Laut China Selatan yang dioperasikan oleh milisi maritim.
Kedutaan Besar China di Manila tidak mengomentari tanggapan baru dari Filipina.