Pegunungan Jayawijaya membentang sepanjang P. Papua dari Timur ke Barat memisahkan pantai utara dan selatan.
Maka, pesawat harus terbang melalui celah-celah gunung karena tidak dilengkapi dengan kabin yang terkompresi dengan oksigen.
Dulu para pilotnya adalah pastor, pendeta, atau bruder, kini umumnya adalah pilot awam, dari asing, yang merangkap tugas sebagai mekanik mesin, juru timbang barang, dan pengatur barang muatan.
Barang-barang disusun seimbang kanan-kiri, dengan barang kecil dimasukkan ke bagasi di perut pesawat (bagian bawah).
Penumpang dilarang membawa jinjingan ke kabin karena pesawat bisa tidak naik.
Lama-lama dari mendengar bunyinya saja saya tahu jenis pesawat atau maskapai penerbangan apa yang mendarat, atau siapa pilotnya.
Ada pilot yang suka berputar lapangan terbang sebelum mendarat, atau yang memelankan mesin sehingga bunyi pesawat tidak terdengar saat mendarat.
Selain mengatasi keterisolasian pedalaman, pesawat capung menggerakkan roda perekonomian dengan mengangkut beras, surat, ternak, sayur, dan obat-obatan.
Petugas di pedalaman harus pintar mengatur jatah agar tidak kehabisan beras sebelum pesawat datang membawa perbekalan.
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR