Intisari-Online.com -Amerika Serikat (AS) di bawah pimpinan Donald Trump menarik diri dari perjanjian multilateral (kesepakatan nuklir) pada 2018, dan memberlakukan kembali sanksi berat pada Iran.
Iran kemudian menanggapinya dengan secara bertahap melanggar perjanjian.
Pihak-pihak dalam kesepakatan itu kemudian membuka pembicaraan di Wina pada Selasa (6/4/2021) dengan tujuan membawa AS kembali ke kesepakatan nuklir, dan membuat Iran kembali patuh agar sanksinya dicabut.
Seperti diketahui bahwa Iran terus membangun fasilitas nuklirnya.
Namun, seperti yang ditakutkan banyak negara mengenai fasilitas nuklir Iran, di fasilitas nuklirnya sendiri pun tak luput dari bahaya.
Sebuah kecelakaan terjadi di fasilitas nuklir Iran pada Minggu (11/4/2021), tetapi tidak menimbulkan korban jiwa atau kerusakan.
Insiden itu dilaporkan oleh kantor berita Fars mengutip juru bicara badan nuklir Iran, Behrouz Kamalvandi.
Kamalvandi mengatakan, "Kecelakaan terjadi di bagian sirkuit listrik fasilitas pengayaan (uranium)" di kompleks Natanz.
Kantor berita AFP mewartakan, kecelakaan terjadi sehari setelah Iran mengumumkan memulai sentrifugal pengayaan uranium canggih di situs tersebut.
Tindakan itu melanggar kesepakatan nuklir 2015 yang penerapannya bermasalah.
Kamalvandi melanjutkan, tidak ada korban atau polusi, dan menambahkan penyebab kecelakaan sedang diselidiki.
Rincian lebih lanjut akan dirilis nanti.
Kecelakaan ini terjadi setelah ledakan di pabrik sentrifugal Natanz pada Juli tahun lalu.
Pihak berwenang menuding insiden itu terjadi karena sabotase oleh teroris, tetapi belum merilis hasil penyelidikan mereka.
Presiden Iran Hassan Rouhani pada Minggu (11/4/2021) meresmikan pabrik pengganti di Natanz, serta serangkaian sentrifugal untuk memperkaya uranium dan dua kaskade uji.
Ia meresmikannya dalam upacara yang disiarkan televisi pemerintah Iran.
Peralatan baru itu membuat Iran bisa memperkaya uranium lebih cepat dan dalam jumlah tinggi, ke tingkat yang melanggar batas kesepakatan nuklir 2015.