Advertorial
Intisari-online.com -Pada awal April lalu, diberitakan jika China ditengarai membantu gerakan kemerdekaan salah satu prefektur Jepang.
Jepang, yang wilayahnya terdiri dari prefektur seperti provinsi, rupanya sudah lama menghadapi tuntutan kemerdekaan salah satu prefekturnya.
Ialah prefektur Okinawa, yang merupakan pulau terbesar di Jepang.
Rupanya, ada sejarah menarik di balik gerakan kemerdekaan Okinawa.
Dilansir dari Wikipedia, gerakan ini dinamai gerakan kemerdekaan Ryukyu atau Republik Ryukyu, sebuah gerakan politik untuk kemerdekaan Pulau Ryukyu, atau Okinawa, dari Jepang.
Dulunya manifesto politik pergerakan ini muncul sejak 1945 setelah Jepang kalah dari Perang Dunia II.
Beberapa warga Ryukyu merasa ketika Kependudukan Sekutu (USMGRI 1945-1950) dimulai, jika Ryukyu seharusnya merdeka alih-alih dikembalikan ke Jepang.
Dulunya Pulau Ryukyu dianeksasi bersama pulau Ezo oleh Jepang selama periode Meiji,
Hal tersebut karena warga Ainu Hokkaido dan Ryuku dianggap juga Jepang.
Asmililasi kemudian terjadi pada 1902, warga Okinawa kemudian dilatih menjadi elit Okinawa Nasionalis Jepang.
Kemudian dari tahun 1950-1972, banyak yang mendorong kembalinya ke Jepang, sembari berharap menghentikan kependudukan AS.
Pulau itu akhirnya kembali ke Jepang pada 15 Mei 1972, dan lewat perjanjian Keamanan AS-Jepang, kehadiran militer AS akan terus ada di Jepang.
AS pun melanjutkan mempertahankan kehadiran militer besar-besaran di Pulau Okinawa.
Inilah sebabnya mengapa kini Okinawa ingin kemerdekaan mereka lagi.
Kerajaan Ryukyu
Warga Ryukyu adalah warga yang tinggal di Pulau Ryukyu dan secara etnis, budaya dan bahasa berbeda dengan warga Jepang.
Dulunya Okinawa dibagi dalam tiga pengaruh: Hokuzan, Chuzan, dan Nanzan.
Tahun 1429, kapten Chuzan Sho Hashi menyatukan semuanya dan mendirikan Kerajaan Ryukyu yang otonom dengan ibukota di Kastil Shuri.
Kerajaan itu terus berhubungan baik dengan Dinasti Ming dan Dinasti Qing China, praktik yang dimulai oleh Chuzan sejak 1372-1374 dan bertahan sampai runtuhnya kerajaan di akhir abad ke-19.
Kerajaan mulai berdagang dengan negara lain sehingga pada 1403 mulai berdagang dengan Jepang.
Namun tahun 1609 Jepang dengan budaya feodalnya dari Satsuma menginvasi kerajaan atas nama Shogun Tokugawa Ieyasu dan era Keshogunan Tokugawa (1603-1867) karena Raja Ryukyu Sho Nei menolak tunduk pada Shogun.
Kemudian pada era Meiji, pemerintahan Meiji memulai 'Ryukyu Shobun' untuk secara resmi mencaplok kerajaan itu masuk ke dalam Kekaisaran Modern Jepang.
Ryukyu berubah menjadi Domain Ryukyu pada 1872-1879, kemudian 1879 domain kerajaan dihapuskan dan menjadi Prefektur Okinawa.
Raja Ryukyu terakhir Sho Tai diasingkan secara paksa ke Tokyo.
Pada periode Meiji, pemerintah terus-terusan secara formal menekan identitas etnis, budaya, tradisi dan bahasa Ryukyu sambil mengasimilasi mereka sebagai etnis Jepang.
Sejak pembentukan prefektur hubungan Okinawa dan Jepang terus memburuk.
Pada periode sebelum dan selama Perang Dunia II, dan setelah Perang Dunia II sampai sekarang, keadaan sudah banyak berubah.
Pada tahun 1945 selama Pertempuran Okinawa di Perang Dunia II, ada 150 ribu warga sipil terbunuh, sekitar sepertiga populasi pulau tersebut.
Kemudian banyak warga sipil tewas dalam bunuh diri massal yang dipaksakan oleh militer Jepang, dan banyak wanita diperkosa oleh tentara Jepang.
Kemudian setelah Perang Dunia II, Pulau Ryukyu dikuasai oleh Pemerintah Militer AS di Kepulauan Ryukyu selama 5 tahun 1945-1950.
Namun AS mempertahankan kendali bahkan setelah 1951, dan mereka secara paksa mengambil alih tanah pribadi untuk membangun banyak fasilitas militer.
Pemilik pribadi tanah tersebut ditempatkan di kamp pengungsian.
Akhirnya pada 15 Mei 1972 Okinawa dan pulau terdekat dikembalikan ke Jepang.
Rakyat merasa ditipu melihat kemakmuran Jepang di tahun tersebut, pasalnya Okinawa menjadi miskin akibat fasilitas militer dan komunis tidak menyerang mereka.
Kini meski Okinawa sudah menjadi prefektur seperti prefektur lain, Jepang dan AS terus-terusan mempertahankan bahkan menambah pangkalan militer di sana.
Beberapa pakar filsuf Jepang menyebut pendirian Prefektur Okinawa sebagai bentuk kolonialisme langsung.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini