Intisari-Online.com - Konflik antara Rusia dan Ukraina makin panas.
Bahkan konflik dua negara pecahan Uni Soviet itu bisa berubah menjadi perang.
Melihat hal itu, Rusia pun mengambil sikap siaga.
Salah satunya dengan mencegat pesawat Ukraina atau musuhnya mencoba mendekati perbatasannya.
Ini terbukti ketika Rusia sukses mencegat pesawat mata-mata Amerika Serikat (AS) pada saat ketegangan militer meningkat antara kedua kekuatan tersebut.
Dilansir dariexpress.co.uk pada Minggu (11/4/2021), Pusat Kontrol Pertahanan Nasional Rusia (RNDCC) mengatakan sebuah pesawat tempur MiG-31 Rusia telah mengawal sebuah pesawat mata-mata AS untuk menjauh dari perbatasan Rusia.
Dalam rekaman yang tersebar, pesawat ASitu adalah pesawat pengintai RC-135 US Air Force.
Pesawat itu dicegat pesawat perang Rusia di lepas pantai semenanjung Kamchatka di Rusia.
RNDCC mengatakan bahwa mereka khawatir kehadiranpesawat mata-mata AS itu akan melanggar perbatasan negara bagiannya.
LanjutRNDCC,setelah mengawal pesawat asing itu dari perbatasan, pesawat tempur Rusia itu kembali dengan selamat ke pangkalan udaranya.
Saat ini adakekhawatiran akan perang habis-habisan di sepanjang perbatasan Ukraina dengan Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengumpulkan puluhan ribu tentara dan peralatan militer berat di dekat perbatasan dengan Ukraina dalam beberapa hari terakhir.
Sementara pemerintah Kiev memperkirakan sekarang ada 85.000 tentara Rusia hanya enam mil dari perbatasannya dan di Krimea.
AS, yang sangat bersekutu dengan Ukraina, mengirim dua kapal perang ke Laut Hitam.
Oleh karenaanya,Rusia juga meningkatkan penempatan angkatan lautnya di daerah tersebut.
Sebelum hari ini, seorang pejabat tinggi Rusia memperingatkan bahwa Moskow dapat melakukan intervensi di Ukraina timur jika Ukraina melancarkan serangan terhadap separatis yang didukung Rusia di sana.
Pejabat itu, Dmitry Kozak, mengatakan bahwa pasukan Rusia dapat melakukan intervensi untuk membela warga Rusia.
Pada hari Jumat, sekretaris pers Kremlin Dmitry Peskov juga membela pembangunan militer Rusia.
Dia menyebut perbatasan itu sebagai "tong mesiu" alias 'perang bisa pecah kapan saja'.
Dan bersikeras bahwa Rusia tidak akan mengesampingkan jika yakin permusuhan dapat menyebabkan korban sipil massal.
Dari pihal Amerika Serikat sendiri, sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan jumlah pasukan Rusia di perbatasan Ukraina adalah yang tertinggi sejak 2014.
Oleh karenanya, AS sangat khawatir dengan kondisi Ukraina dan warganya.