Advertorial
Intisari-online.com -Hari Minggu lalu, Indonesia kembali mengalami serangan teroris.
Serangan terjadi di Gereja Katedral Makassar, melibatkan pengeboman yang dilakukan dengan cara bom bunuh diri.
Pengusutan polisi menuntun pada ditemukannya identitas pelaku, bernama Lukman, yang sudah terpapar oleh ekstrimisme Islam lebih-lebih sejak ia menikah.
Lukman ditengarai mengebom Gereja Katedral Makassar bersama istrinya.
Jika diperhatikan, serangan teroris sering melibatkan kejadian pengeboman dengan bom bunuh diri.
Hal ini sedikit mengerucutkan definisi terorisme, terutama di Indonesia.
Dikutip dari Wikipedia, terorisme adalah penggunaan kekerasan yang disengaja untuk mencapai tujuan politik.
Dengan pengertian ini, maka kejadian serangan penembakan massal yang terjadi di Amerika Serikat beberapa waktu yang lalu juga termasuk serangan teroris.
Namun, serangan bom bunuh diri terasa lebih identik dengan terorisme.
Wikipedia juga menyebutkan, serangan bunuh diri ternyata sudah terjadi sepanjang sejarah, seringnya menjadi bagian kampanye militer yaitu oleh pilot kamikaze Jepang di Perang Dunia II.
Kini, serangan bunuh diri memang lebih sering terjadi di terorisme.
Mengutip Combating Terrorism Center (CTC), serangan bunuh diri tidak hanya dengan bom saja dan sepanjang sejarah sudah dilakukan oleh berbagai individu, kelompok dan komunitas.
Contoh sejarah adalah dari cerita Samson di Al Kitab dan sampai Pembunuh Ismaili Syiah di zaman pertengahan, serta dari anarkis Narodnaya Volya sampai kamikaze Jepang.
Contoh-contoh itu menjadi bukti jika serangan bunuh diri dilakukan oleh berbagai tradisi agama dan kelompok sekuler, dan juga oleh tokoh negara dan non-negara.
Penggunaan serangan bunuh diri sebagai teror dan penggunaan modus operandi ini oleh aktor politik yang mengejar ambisi politiknya ternyata berawal sejak tahun 1980-an.
Hal ini dimulai setelah Revolusi Islam, yaitu Pasukan Garda Revolusi Iran sukses menanamkan paham syahid demi Tuhan ke dalam kesadaran diri individu yang membentuk atau bergabung dengan Hizbullah.
Seperti diketahui, mati syahid dalam Islam adalah kematian di jalan Allah, salah satunya didapat dengan memerangi kejahatan yang mengancam umat, tapi pengertian ini secara keliru dianggap jika berhasil menciptakan kondisi perang lalu mati di dalamnya, maka para martir itu bisa mati syahid dan masuk surga.
Hizbullah sendiri adalah organisasi payung kelompok Syiah yang menjadi organisasi modern pertama yang memanfaatkan taktik ini secara sistematis.
Karena sukses, langkah Hizbullah menerapkan serangan bunuh diri segera ditiru oleh kelompok militan Lebanon, dan beberapa kali oleh Pembebasan Macan Tamil Eelam (LTTE) Sri Lanka, Partai Buruh Kurdistan (PKK) dan beberapa kelompok Palestina termasuk Hamas dan Jihad Islam Palestina (PIJ).
Sekilas kelompok-kelompok ini merupakan kelompok agama, tapi Partai Buruh Kurdistan (PKK) bukanlah kelompok agama, melainkan kelompok militan yang memimpin pemberontakan melawan negara Turki tahun 1984.
Kelompok-kelompok inilah yang paling sering menggunakan serangan bunuh diri di dekade 80-an dan 90-an.
Namun keadaan berubah, dan memasuki abad ke-21, serangan bunuh diri paling banyak dilakukan oleh Al-Qaeda dan pergerakan terkait yang mengadopsi ideologi Salafi-jihad.
Kemudian semenjak serangan 9/11, bom bunuh diri menjadi taktik populer di antara organisasi militan Palestina seperti Hamas, Jihad Islami, Brigade Martir Al-Aqsa, dan kadang oleh PFLP.
Bahan peledak seringnya dirancang untuk ditempelkan ke tubuh di bawah pakaian, untuk memaksimalkan kematian pembawa bom, kemudian pengebom mencari lokasi tujuan, seperti kafe atau bus kota yang ramai saat jam sibuk.
Target yang justru tidak menarik perhatian mereka adalah target militer, contohnya para tentara yang menunggu transportasi di pinggir jalan.
Bom bunuh diri cenderung lebih populer di negara-negara Muslim, dan lebih banyak video lagu dan pengumuman yang mengumumkan hadiah surga untuk pengebom, dapat ditemukan di televisi Palestina, menurut Palestinian Media Watch.
Sejak tahun 1981, banyak terlihat jika serangan bom bunuh diri di dunia paling banyak dilatarbelakangi oleh kelompok Salafi-jihad, kemudian diikuti oleh kelompok dengan kombinasi pemikiran Islami mainstream dan nasionalis-separatis, kemduian kelompok dengan pemikiran nasionalis-separatis.
Tambahan pula ada cukup banyak serangan oleh kelompok "Hybrid" yang mengadopsi elemen ideologi Salafi-jihad ditambahkan ke elemen lainnya, terutama etno-nasionalis dan separatis.
Contoh dari kelompok ini adalah kelompok Ceko dan Taliban.
Salafi-jihad bisa mendominasi serangan-serangan bunuh diri ini karena mereka jauh lebih mematikan daripada kelompok yang menerapkan serangan bunuh diri lainnya.
Tercatat antara 1981 sampai September 2015 ada total 4.814 serangan bom bunuh diri di 40 negara, membunuh lebih dari 45 ribu orang.
Di Indonesia sendiri dalam rentang waktu yang sama, ada 10 serangan bom bunuh diri dengan total 252 korban meninggal dunia.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini