Intisari-online.com - China dikenal sebagai negara yang gemar memberikan utang ke ngera-negara kecil.
Namun, ternyata China pun juga memiliki utang negara sendiri, dan bahkan negeri tirai bambu itu, juga memiliki utang rahasia dalam jumlah tak masuk akal.
Menurut Bloomberg, pada Rabu (24/3/21), China memiliki utang rahasia yang bernilai 2,3 triliun dollar AS atau (Rp33.219 triliun).
Hal itu diungkapkan oleh sebuah kelompok riset yang berafiliasi dengan pemerintah Beijing, dan memperkirakan angka tersebut bisa meningkat lebih jauh.
Bloomberg yang mengutip pernyataan peneliti senior, Liu Lei, di National Institute of Finance and Development of China (NIFD).
Mengatakan bahwa, daerah-daerah China menghadapi tekanan untuk meningkatkan investasi infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan pascapandemi Covid-19.
Hal ini menyebabkan peningkatan 6% dalam pinjaman off-budget dari level terendah baru-baru ini sebesar 2,13 triliun (Rp30.777 triliun) pada kuartal ketiga tahun 2019.
Utang tersembunyi China termasuk uang yang dikumpulkan oleh organisasi terkait pemerintah, untuk infrastruktur dan proyek publik lainnya.
Mereka datang dengan jaminan pengembalian uang.
Obligasi adalah salah satu contoh bagaimana pemerintah provinsi mengerahkan uang untuk meningkatkan pengeluaran tanpa memasukkannya ke dalam neraca resmi.
Beijing telah mengumumkan akan mengurangi rasio utang pemerintah tahun ini untuk mengekang risiko tersebut.
Namun, Liu mengatakan bahwa tujuan ini sulit dicapai karena pengeluaran anggaran tidak cukup untuk menutupi investasi yang dibutuhkan.
Karena targetnya untuk mendorong target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2035.
"Pemerintah daerah akan berupaya meningkatkan utang tersembunyi karena mereka berada di bawah tekanan untuk memperluas investasi," katanya Liu.
"Dalam jangka panjang, ekonomi China masih menghadapi banyak kesulitan termasuk lingkungan eksternal yang tidak menentu dan menua," kata Liu, yang juga merupakan penasihat pemerintah. .
Menurut Liu, utang tersembunyi itu bisa membuat Beijing kehilangan bunga setiap tahun karena meminjam lebih mahal daripada menerbitkan obligasi pemerintah.
Ini juga menciptakan risiko bagi stabilitas sistem keuangan Tiongkok karena utang dibeli oleh semua jenis lembaga keuangan, termasuk bank, pialang, dan perwalian.
Pada 2016, utang China turun dari puncak 2,54 triliun dollar AS (Rp36.702 triliun) setelah Beijing mengubah sebagian pinjamannya menjadi obligasi pemerintah dan memasukkannya ke dalam neraca resmi.