Pukul 13.00 WIB tanggal 10 Mei 1999, Sekretaris Pribadi Pak Harto, Letkol (Pol.) Anton Tabah, memberitahukan bahwa pukul 09.00 WIB esok harinya, 11 Mei 1999, Soeharto bersedia menerima kunjungan si mahasiswa.
Selain nama penandatangan surat, juga diminta daftar nama lain yang akan ikut.
Maka dicatatkanlah nama Subhan Lubis (juga mahasiswa IISIP Jakarta) dan Harry Sutiyoso, S.E. (bekas mahasiswa yang telah jadi karyawan swasta).
Sedangkan nama saya, FX Dimas Adityo (mahasiswa Fakultas Sastra jurusan Arkeologi UI), tidak didaftarkan.
Ini memunculkan sedikit persoalan ketika esok paginya saya ikut dalam rombongan.
Setelah dijelaskan, antara lain keikutsertaan saya sebagai juru foto, Sekpri dan para ajudan Pak Harto bisa mengerti. Mereka pun mengizinkannya masuk.
Mereka pun mendatangi kediaman Pak Harto di Jalan Cendana No. 8 Menteng, Jakarta Pusat.
Ketika masuk ke ruang tamu khusus, Pak Harto sudah berdiri menunggu kami, dalam pakaian batik berwarna biru dan celana biru.
Sebelum pintu ditutup, dua orang pelayan menyuguhkan teh hangat untuk kami berempat.
Selanjutnya Pak Harto sendirian menemui kami, tanpa didampingi ajudan atau sekretaris pribadi.
Tak mencerminkan bekas orang kuat
Berbicara sambil tersenyum, tenang, dan penuh nasihat, sungguh tidak mencerminkan Pak Harto sebagai bekas orang kuat yang memerintah dengan gaya "diktator" selama 32 tahun.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR